Curahan Hati Ibunda Reza (1)

By nova.id, Rabu, 14 November 2012 | 01:00 WIB
Curahan Hati Ibunda Reza 1 (nova.id)

Curahan Hati Ibunda Reza 1 (nova.id)
Curahan Hati Ibunda Reza 1 (nova.id)

"Reza yang tampan, semasa hidupnya banyak digandrungi teman-teman perempuan seusianya. (Foto: Repro, Rini S/NOVA) "

Muntah Darah

Beberapa saat kemudian para polisi membawa Reza ke RSU Wonosari. Teman-teman Reza mengikuti hingga ke RS. Setiba di sana, kata teman Reza, para polisi segera pergi tanpa menanyakan nama maupun alamat Reza. Tinggallah Reza yang bersimbah darah ditemani beberapa teman. Kejadian itu terjadi sekitar jam 22.00.

Saya mendapat berita Reza dibawa ke RS pada tengah malam ketika sudah tertidur. Teman-teman Reza datang ke rumah kami di Jeruksari, Gunung Kidul, tak jauh dari RS. Malam itu, suami saya, Nugroho, sedang tak di rumah. Jelas saya terkejut dan langsung menduga, Reza kecelakaan. Pantas, sejak sore hati saya gelisah. Selain pergi tak pamit, di-SMS tak membalas, ditelepon pun tak diangkat.

Dengan perasaan kalut saya langsung ke RS. Saya temui Reza sudah muntah darah dan mengeluh sakit berkali-kali. Saya makin panik dan belum tahu pasti apa yang terjadi pada Reza malam itu. Saya hanya berpikir, Reza mengalami kecelakaan. Itu saja.

Melihat kondisi Reza, saya minta izin dokter untuk membawanya ke RS Bethesda di pusat kota Jogja. Namun prosedurnya berbelit-belit, sehingga saya harus minta bantuan kakak ipar yang kebetulan seorang dokter. Menjelang berangkat ke Jogja, seorang polisi datang menanyakan nama dan alamat Reza. Setelah itu pergi begitu saja.

Saya membawa Reza ke RS Bethesda diantar kakak ipar dan seorang perawat dari RSU Wonosari. Suami menyusul dengan kendaraan lain. Sepanjang perjalanan Wonosari hingga Jogja, Reza terus-terusan muntah darah. Sampai di RS Bethesda jam 01.30, Reza tak sadarkan diri dan langung dimasukkan ke ruang ICU.

Disodori Amplop 

Bila dilihat dari lukanya, Reza mengalami patah tulang hidung, kedua mata lebam, di bagian wajahnya terdapat luka baret. Kemungkinan jatuhnya dalam posisi telungkup. Reza juga mengalami perdarahan di seluruh otaknya. Bisa jadi kepala Reza dihantam helm lebih dari sekali oleh si oknum polisi.

Esok paginya, saya menerima berita yang tersebar dari teman Reza via Twitter. Dia mengatakan, Reza jatuh akibat dipukul oknum polisi. Namun teman-temannya tak berani bersaksi karena pelakunya polisi. Andai benar begitu, saya dan suami lantas bertekad menuntut keadilan. Tapi ketika itu kami tak tahu harus berbuat apa.

Berita soal Reza pun mulai bermunculan di media massa lokal dan nasional. Antara lain memuat pernyataan polisi bahwa Reza terjatuh akibat kecelakaan tunggal. Karuan saja berita itu membuat masyarakat yang mengetahui kejadian sesungguhnya menjadi heboh.

Sepekan kemudian, Sabtu (27/10) jam 22.00, tiba-tiba tiga anggota polisi berpakaian preman datang ke RS. Mereka menanyakan kabar Reza dan menyodorkan amplop kepada saya, yang saya duga berisi uang. Tapi saya tak mau menerimanya. Menurut saya, orang bodoh saja tahu, jika benar Reza mengalami kecelakaan tunggal, kenapa polisi harus merasa sepeduli itu, datang ke RS bahkan hendak memberi uang? Selama ini mana ada polisi yang peduli kepada korban kecelakaan lalu lintas?

Selanjutnya, Kapolres Gunungkidul sempat memberi pernyataan, Reza jatuh dari motor akibat menabrak trotoar. Lucunya, di lain hari, polisi juga menyatakan Reza mabuk. Karena itu saya meminta dokter yang menangani untuk tes urin Reza. Hasilnya bersih. Reza tak mabuk. Kesimpulan saya, polisi sudah mau menang sendiri. Anehnya lagi, Kapolres Gunung Kidul juga mau repot mendatangi saya ke RS. Beliau bilang, kalau butuh pertolongan tinggal bilang saja. Lho, kok, aneh, Kapolres sampai mau peduli kepada keluarga korban kecelakaan tunggal?

Rini Sulistyati / bersambung