Drama Keluarga di Ladang Tebu: Kakak di Pusara, Adik di Penjara (1)

By nova.id, Senin, 12 November 2012 | 23:54 WIB
Drama Keluarga di Ladang Tebu Kakak di Pusara Adik di Penjara 1 (nova.id)

Drama Keluarga di Ladang Tebu Kakak di Pusara Adik di Penjara 1 (nova.id)
Drama Keluarga di Ladang Tebu Kakak di Pusara Adik di Penjara 1 (nova.id)

"Orang tua DW, pasangan Parmin dan Kartiyah berserah atas nasib kedua anaknya. (Foto: Henry Ismono/NOVA) "

Masa Depan Suram

 Seolah tak ada kejadian apa-apa, kepada orangtuanya, pasangan Parmin dan Kartiyah, Dw mengaku tak berhasil menemukan kakaknya. Malam itu, ia mengaku tidur sambil dihantui perasaan bersalah. Ia coba melupakan malam jahanam itu dengan tetap beraktivitas biasa dan tetap bersekolah. Beberapa hari ia merasa aman sampai akhirnya tersiar kabar jasad kakaknya ditemukan. "Saya pun mengakui perbuatan saya ke polisi," ujarnya lirih.

 Dw menegaskan, ia sama sekali tak berniat membunuh kakaknya. "Namun saya mengaku bersalah. Mestinya, saya lebih sabar menghadapi Mbak Sari. Saya benar-benar menyesal. Apalagi dengan kejadian ini, masa depan saya jadi suram. Kasihan orangtua saya," kata Dw dengan mata mulai berkaca-kaca.

 Dikatakan Dw, ia hidup dalam keluarga yang pas-pasan. Ayahnya, kerja sebagai tukang tambal ban, sedangkan ibunya mencari rumput untuk ternak. "Sebenarnya, orangtua ingin menyekolahkan saya setinggi mungkin. Saya juga ingin membahagiakan orangtua. Tapi sekarang jadi begini. Kalau ketemu orangtua, saya ingin minta maaf, sudah menyusahkan mereka."

 Dw mengakui, di tengah keterbasannya sebenarnya sang kakak sosok yang baik. "Kalau Mbak Sari punya uang, saya selalu dikasih. Saya enggak tahu dari mana Mbak Sari dapat uang. Mungkin orang iba melihat kondisinya," katanya.

 Untuk mengisi hari-harinya selama dalam tahanan, Dw mengaku banyak berdoa. "Saya salat dan baca Alquran. Saya mohon Allah mengampuni dosa saya. Saya juga berdoa agar arwah Mbak Sari diterima di sisi Allah. Saya menyesal dan minta maaf padanya."

 Terkadang, Dw ingat teman-teman sekolahnya. Rasanya ia ingin kembali ke sekolah. Apalagi, ia mestinya menghadapi ujian tahun depan. Ia pun terpaksa melupakan masa SMA-nya yang ia rasa sulit untuk diraihnya.

 "Saya belum tahu bagaimana masa depan saya. Mungkin saya akan belajar jadi montir agar bisa kerja di bengkel. Jadi saya punya keterampilan untuk modal kerja. Tapi kalau tetap enggak bisa, ya kerja apa saja lah yang penting halal."

Henry Ismono / bersambung