Hingga kini, Harjo masih tak habis pikir apa yang mendorong para pengendara motor tersebut menembaki mobilnya. Yang jelas, "Rasanya mereka tidak berniat merampok karena dari awal tidak meminta barang apa-apa," tukas Harjo sembari menambahkan tak ada barang berharga di dalam mobil boks Mitsubishi mereka.
Jika motif para pelaku adalah dendam pribadi, Harjo pun sudah sampai lelah mengais-ngais ingatan, apakah ia dan istrinya pernah membuat orang lain sakit hati. "Rasanya, kok, tidak ada berselisih dengan orang lain," ujarnya masygul.
Terlebih Lenny, menurut Harjo, adalah pribadi yang tak punya musuh. "Dia orangnya tidak suka ribut-ribut. Kalaupun motifnya adalah persaingan bisnis, sepertinya tidak juga. Di Kebayoran Lama, hanya ada beberapa toko sejenis dan sama-sama sudah lama di situ," tukas Harjo. Toko Sinar Jaya sendiri, ungkapnya, sudah berdiri sejak sekitar 20 tahun yang lalu.
Setiap hari, pasangan ini datang ke toko untuk bekerja. Toko kelontong Harjo menjual berbagai peralatan rumah tangga, dari dispenser, kipas angin, hingga barang pecah belah seperti piring dan sendok. "Ya, setiap hari Lenny menemani saya menjaga toko. Dia wanita yang biasa-biasa saja. Beberapa hari terakhir juga tidak ada yang aneh. Biasa saja," katanya lirih.
Dari toko Sinar Jaya ini pula, Harjo dan Lenny menghidupi tiga orang anak lelaki mereka, Andrew Budiarta (18), Willy Budiarta (17), dan Edward Budiarta (12). Si sulung saat ini sedang menempuh studi lanjutan di sebuah universitas di San Fransisco, AS. Sementara kedua adiknya adalah siswa sekolah menengah Bina Nusantara, Jakarta. Andrew, sebut Harjo, baru dua bulan lalu berangkat ke AS. "Saya menyampaikan kabar duka ini melalui telepon. Ya, dia hanya bisa menangis," kata Harjo.
Kepergian Lenny memang seakan tanpa pesan. Tak ada firasat, lebih lagi pesan-pesan terakhir yang dititipkan kepada ketiga putra mereka. "Semua terjadi terlalu cepat," bisik Harjo dengan airmata tergenang.
Astudestra Ajengrastri / bersambung