Saat mengambil kuliah S2 di Inggris tahun 2004, Imazahra sempat bingung ketika libur panjang tiba karena kampusnya sepi. Rupanya, para mahasiswa liburan ala backpack. Barulah Ima tahu, rupanya traveling dengan gaya backpack sudah jadi budaya di Amerika, Kanada, dan Eropa. Ima jadi tertarik mencoba dan pelan-pelan mencari tahu soal backpack di internet. Apa daya, saat itu belum banyak orang Indonesia yang bepergian dengan cara ini.
"Ada memang milisnya, tapi masih sepi. Buku tentang traveling juga belum banyak. Akhirnya saya menemukan situs dari luar negeri tentang backpack, lengkap dengan tipsnya," ujar Ima yang sebelumnya bingung bagaimana bepergian ala backpack. Setelah tahu, ia jadi ketagihan dan berkali-kali melakukannya. Tahun 2007, lanjut Ima, mulai banyak tumbuh komunitas backpack dunia di Indonesia. Ia pun aktif di beberapa komunitas dan blog traveling.
Namun Ima merasa semua komunitas itu masih terbilang umum, tak ada yang khusus perempuan. Terkadang, menurut perempuan yang lebih dikenal sebagai penulis ini, ada hal-hal yang tak bisa diceritakan perempuan begitu saja ke forum umum. Sebab, gaya bepergian anggota sejumlah komunitas tersebut berbeda-beda, mulai dari traveling nyaman sampai backpack yang ekstrem. Akhirnya, Ima mendirikan Komunitas Muslimah Backpacker Indonesia (KMBI) pada Desember 2011 di grup Facebook dengan nama Muslimah Backpacker.
"Saya gunakan kata muslimah karena yang lebih takut bepergian adalah perempuan berjilbab," ujar Ima. Terutama, lanjut perempuan yang menjadi konsultan di sebuah LSM ini, bila bepergian ke negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, misalnya Amerika atau negara-negara Eropa. "Banyak yang berjilbab bertanya, kalau mau backpack ke Eropa, misalnya, akan diganggu enggak? Terutama setelah adanya tragedi pengeboman di World Trade Center di Amerika."
Pada 1-2 bulan pertama, KMBI masih sepi peminat. Namun Ima tak bosan mengunggah foto dan cerita perjalanan yang ia lakukan ke berbagai tempat dan negara. Sejak itulah makin banyak perempuan yang bergabung jadi anggota. Kini KMBI punya 500 anggota dari berbagai negara yang semuanya aktif. Mereka cukup beragam, mulai dari siswi kelas 3 SMA sampai ibu-ibu berusia 50 tahun. Meski banyak anggota yang sudah menikah, bepergian tak jadi masalah.
"Kecenderungannya, suaminya juga suka backpack. Atau suaminya egaliter sehingga tidak keberatan istrinya bepergian, sementara dia menjaga anak-anak di rumah," imbuh Ima yang dibantu tiga admin lain dalam mengelola komunitas ini.
Apa syarat untuk jadi anggota? "Perempuan. Itu saja. Tidak harus berjilbab, karena banyak anggota yang tidak. Malah, non muslim pun ada dua orang. Saya memberi nama komunitas seperti itu lebih agar para perempuan muslim terinspirasi untuk bepergian, bukan untuk mengotak-kotakkan."
Kegiatannya, antara lain bepergian bersama, termasuk ke Garut Selatan dan Kalimantan Selatan. Bulan Ramadan lalu, mereka juga sekaligus mengadakan bakti sosial ke Garut. "Kami melakukan baksos di pesantren yang santrinya penghapal Quran. Ini pengalaman berkesan, karena banyak dari kami yang menangis saat berkunjung ke sana. Kami merasa "tertampar", sudah setua ini tapi dalam hal hapal ayat suci kalah jauh dibanding anak-anak kecil dari golongan tidak mampu itu," kenang Ima.
Bepergian bersama seperti ini juga melatih mental para anggota. Saat menginap di rumah penduduk, salah seorang anggota yang tergolong anak manja mengeluhkan fasilitas penginapan. Setelah diberi pengertian, akhirnya dia bisa menerima. "Pengalaman itu justru jadi titik balik dia untuk jadi lebih tegar. Ada pula yang sebelumnya takut air, setelah kami beri semangat jadi berani nyebur. Punya hobi seperti ini memang harus siap mental dan mau berbagi," jelas perempuan yang biasanya mengajak suami atau teman lelaki untuk ikut mengawasi bila bepergian ke medan yang berisiko.
Hasuna Daylailatu