Kisah Duka Pasangan Yohanis: Tak Ada Bian, Hidup Terasa Kosong (2)

By nova.id, Senin, 2 Juli 2012 | 05:05 WIB
Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 2 (nova.id)

Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 2 (nova.id)
Kisah Duka Pasangan Yohanis Tak Ada Bian Hidup Terasa Kosong 2 (nova.id)

"Pengalaman spiritual membuat Dyah merasa kian tabah dan kuat. (Foto: Moonstar Simanjuntak/NOVA) "

Hidung Pesawat di Depan Mata

Masih kental dalam ingatan Yohanis detik-detik saat musibah terjadi. Siang itu, urai Yohanis, sekitar pukul 14.00 ia tiba di rumahnya dari kantor. Keluarga ini berencana ke Malang dengan Kereta Gajayana pada jam 17.15.

"Pembantu tak segera buka garasi mobil. Lalu saya terima telepon dari kantor. Tak lama kemudian, saya masuk rumah lewat pintu dapur. Saya lihat pembantu sedang masak. Ketika saya tanya kenapa rumah sepi, jawabnya semua sedang tidur di kamar depan. Yang tidur adalah Mama, Onci, Nevlin, dan Bian," papar Yohanis.

Yohanis lalu melepas sepatu. Selanjutnya, ia ingin membangunkan Bian untuk siap-siap berangkat ke Gambir. Pada saat itulah Yohanis mendengar deru pesawat begitu dekat. Ia berpikir, suara itu berasal dari arah depan rumah. Belum sempat mencari tahu, terdengar suara benturan keras sekali. "Hidung pesawat berhenti tepat di depan saya. Pas di depan tempat tidur."

Plafon dan atap rumah Yohanis sontak rubuh berjatuhan. Semuanya terjadi begitu cepat. Yohanis pun dilanda kepanikan. Bagaimana nasib Bian? Refleks, ia berlari ke dalam kamar. Di situ ia melihat putri semata wayangnya dan tiga anggota keluarganya sudah tertutup badan pesawat dan reruntuhan rumah. "Saya panggil keras-keras nama Bian dan Mama, tak ada jawaban."

Yohanis terus berusaha mencari Bian. Dengan tangan telanjang, ia mencoba membongkar dan menyingkirkn puing-puing yang menutupi tubuh orang-orang tercintanya. "Tapi saya tidak kuat." Meski panik luar biasa, Yohanis mencoba berpikir jernih. Apalagi ia melihat avtur mulai berceceran dari badan pesawat. "Untung angin berembus ke arah depan. Andai saja angin bertiup ke arah dalam rumah, sudah pasti rumah habis terbakar."

Hanya beberapa jenak setelah itu, Yohanis melihat api mulai menyala. Tak lama api pun mulai membakar rumah di depan kediamannya. "Api langsung membakar lima rumah di depan rumah saya," kata Yohanis yang langsung bergegas ke luar rumah dan berteriak minta tolong. Hari itu juga, keempat tubuh keluarganya berhasil ditemukan. "Puji syukur, tubuh mereka tidak rusak. "

 Henry Ismono