"Tidak ada peringatan waktu itu untuk desa kami. Justru menurut perkiraan, status waspada untuk wilayah radius 6 sampai 7 kilometer dari puncak gunung. Sedangkan desa kami berada sekitar 17 kilometer dari Gunung Merapi," kenangnya sembari berlinang air mata.
Peristiwa pahit tersebut masih lekat terekam dalam memorinya dan membuatnya tak mampu kembali ke desa Bronggang, kecamatan Argomulyo, Cangkringan, DIY.
Endah lebih memilih hidup di shelter penampungan korban Merapi di Cangkringan bersama Bude nya, ketimbang kembali ke desa dengan ayahanda tercinta. "Sementara, biar saya di shelter dulu. Kalau kembali ke desa masih takut dan trauma. Nanti jadi tidak bisa berpikir," ungkap Endah polos.
Kenangan pahit dan trauma yang membekas dalam benak Endah memang tidak bisa dikatakan sepele. Endah menyaksikan sendiri tragedi terjangan awan panas yang memakan banyak korban warga desa Bronggang, juga melihat dengan mata kepala saat awan panas menerjang tubuh ibunya.
"Malam sekitar pukul 00.48 WIB waktu itu saya di kamar sedang belajar dan keluarga sedang duduk-duduk di ruang tamu. Tiba-tiba saya lihat sendiri ada awan panas yang warnanya merah abu-abu seperti campuran uap, debu dan bara api, menerjang masuk ke depan rumah. Ibu langsung kena dan jatuh, sementara ayah, kakak dan saya lari ke dalam," papar Endah.
Endah yang akhirnya terkena luka bakar 38,85% di kedua belah tangan dan kaki hanya mampu bersembunyi di kamar sembari menunggu pertolongan. Hawa panas wedhus gembel sempat membuatnya sesak nafas dan tidak bisa berbuat apa-apa. Selama 2 jam lebih, Endah menunggu bantuan evakuasi hingga akhirnya diselamatkan tim SAR.
"Saya sempat melihat ibu dan kakak-kakak menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit," tukas Endah sembari menunduk sedih.
Pasca kejadian itu, Endah masih harus menjalani perawatan atas luka bakar parah yang dideritanya hingga 8 bulan ke depan. Selama itu Endah yang seharusnya bersekolah di kelas I SMK Muhammadiyah, Cangkringan, tidak bersekolah. Bersama tim medis, Endah diwajibkan menjalani perawatan sembari fisioterapi karena luka bakar menyebabkan anggota geraknya terganggu.
"Sayangnya sekarang sudah tidak latihan (fisioterapi, Red.) lagi. Latihan tetap saya lakukan tapi sendiri. Ya, paling-paling hanya belajar jalan dan berdiri sendiri," ungkapnya.
Selain kesulitan beraktivitas akibat bekas luka bakar yang membuat anggota gerak kaku-kaku, Endah juga bingung mengenai masa depan akibat putus sekolah selama 2 tahun ini.
"Rencana sih ingin lanjut sekolah lagi tahun ini. Kan saya ingin membantu orang tua kelak kalau sudah selesai sekolah," tuturnya.