Investasi bodong, lanjut Febi, awalnya selalu lancar. "Karena saat orang memasukkan uang, dana itu untuk membayar investor yang masuk lebih dulu. Makin lama, dana yang harus dibayar makin banyak hingga satu saat memasuki titik jenuh. Yaitu ketika uang yang masuk tak cukup untuk membayar yang sudah jatuh tempo. Otomatis pembayaran mulai tak lancar. Kondisi ini diperparah oleh sebagian uang yang disetorkan juga diambil oleh para penyelenggara."
Untuk meyakinkan calon investor, para penyelenggara investasi bodong juga kerap melakukan testimoni soal keberhasilan program-program itu. "Padahal itu, ya, masih mereka juga," tandas alumni Universitas Parahyangan, Bandung, ini. Korban makin percaya karena penyelenggara juga kerap menanam agen-agen di masyarakat. "Orang tergiur karena diajak saudara atau tetangga sendiri yang pernah merasakan hasilnya."
Ade Riyani, Noverita K. Waldan, Sukrisna