Sengsara Akibat Langit Biru (1)

By nova.id, Selasa, 19 Juni 2012 | 23:36 WIB
Sengsara Akibat Langit Biru 1 (nova.id)

Setelah menyetor dana, "Investor diminta menyetujui kontrak selama 33 bulan. Mendekati batas akhir, dijanjikan bonus ibadah haji senilai Rp 100 juta. Tapi kalau ingin keluar, modal bisa ditarik. Cuma, kata Jaya, tidak boleh ikut investasi di KLB lagi," kisah Yanto, investor lain yang juga ikut melapor ke Mabes Polri.

Januari 2012, ketika bonus mulai tak cair, Dadang dan teman-teman investor menerima pemberitahuan dari KLB. Di surat edaran dijelaskan, pembagian bonus untuk bulan Maret-April ditunda sebab ada pembenahan manajemen dan kerusakan sistem. Percaya, Dadang pun menanti janji bonus akan dicairkan pada tanggal 1 Mei 2012. Ternyata, "Bonus ditunda lagi. Dari bulan Mei tanggal 1, 10, 16, 20, dan terakhir 2 Juni. Eh, ternyata Jaya sudah sudah kabur."

Jelas, awalnya Dadang amat percaya pada Jaya yang sering ditemuinya saat pertama berinvestasi. "Mulanya kami salut karena ia benar-benar memikirkan kesejahteraan umat. Itu kami lihat dari visi-misi yang dia jelaskan. Ternyata malah menyengsarakan umat," kata Dadang seraya mengatakan, total investor berjumlah 124 ribu orang. Namun belakangan diketahui, 14 ribu di antaranya fiktif.

 Investor lain, Rima Komariah (35), seorang direktur pemasaran, ikut KLB September tahun lalu atas ajakan temannya. Sebelumnya, Rima tak tergoda. "Saya baru percaya setelah diajak teman ketiga. Kebetulan saya dapat arisan Rp 10 juta dan bingung mau dipakai buat apa. Kata teman, masukkan saja uangnya ke KLB karena tiap bulan akan dapat uang lagi," cerita Rima yang ditemui di kantornya daerah Gading Serpong, Tangerang.

Tak hanya itu, nasabah KLB juga dijanjikan akan mendapat bonus Rp 100 juta dalam waktu 10 bulan dan mobil dalam waktu dua tahun. Tiap bulan pun anggota KLB masih memperoleh daging dan sembako. Merasa tak percaya begitu saja, Rima dan sang teman pun mendatangi kantor KLB. "Kantornya luas dan tertata rapi, ada tempat pengambilan daging serta sembako. Tersedia pula saung untuk istirahat sambil menunggu jatah daging atau sembako. Bahkan boleh bawa keluarga layaknya rekreasi."

Ade Ryani, Noverita / bersambung