Esoknya, saat dr. Ro melakukan kunjungan ke ruang tempat David dirawat, "Saya sampaikan keluhan saya tapi jawabannya serupa dengan dokter jaga. Malah saya diminta latihan jalan. Padahal, kalau dipakai jalan, sakitnya makin menjadi," ungkap David sambil menambahkan, sang dokter sama sekali tak melakukan pemeriksaan pascaoperasi. "Jangankan melakukan USG atau tindakan medis lainnya, pemeriksaan fisik saja tidak dilakukan. Malah besoknya, lewat telepon, dia bilang saya sudah boleh pulang. Saya sampai tak percaya karena saya masih merasakan sakit yang luar biasa."
Begitulah, Jumat pagi David dibawa pulang. Yang kemudian terjadi, selama tiga hari ia hanya bisa terbaring di kamar tidurnya yang terletak di lantai atas. "Saya benar-benar tersiksa. Untuk pindah posisi tidur saja sakitnya luar biasa. Apalagi untuk duduk."
Di hari ke empat, Albert memutuskan menguhubungi dr. Ro. "David diminta ke UGD RSHS. Saya bilang, 'Ketemu dokter di sana, ya?' Ternyata jawabannya di luar dugaan. Katanya, nanti di UGD juga banyak dokter jaga. Jelas saya kecewa. Di mana tanggung jawab dia?"
Tak mau ambil risiko, Albert menghubungi RS Advent Bandung. Setelah diberitahu kondisi anaknya, pihak RS langsung menjemput dengan ambulans karena menilai kondisi David sudah kritis. "Benar saja, saat diperiksa ternyata ada saluran kantong empedu yang bocor. Akibatnya, beberapa organ tubuh sempat terendam," cerita Albert.
David pun langsung naik meja operasi. Operasi pertama gagal "menambal" lubang-lubang di saluran kantong empedu. "Dokter yang melakukan operasi minta maaf karena operasi belum berhasil. Dia menguatkan saya untuk terus bertahan karena akan ada dokter lain yang melakukan operasi lanjutan."
Sukrisna / bersambung