Hary Tewas Menegakkan Keadilan (2)

By nova.id, Jumat, 4 Mei 2012 | 17:01 WIB
Hary Tewas Menegakkan Keadilan 2 (nova.id)

Hary Tewas Menegakkan Keadilan 2 (nova.id)

"Hariandaka Maruti (repro) "

Ternyata perkiraan Koerni dan Narni meleset. Hari dan Danan menemukan para pencuri dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan Sri di ruas jalan Cigadung Raya Barat tengah berhenti di sebuah warung. Adu mulut pun tak terelakkan. Danan konon meminta para pelaku menunjukkan barang-barang di dalam tas yang mereka bawa.

Bukannya menurut, salah satu pelaku malah menodongkan senpi ke arah Danan dan Hari. Refleks, Danan angkat tangan tanda menyerah. Tak begitu halnya dengan Hari. Ia melawan, membuat si pemegang senjata memuntahkan timah panas ke arahnya. Usai pistol meletus, komplotan melarikan diri. Salah satu dari mereka menggondol motor yang dikendarai Hari, meninggalkan kakak-adik yang bersimbah darah ini.

 "Danan yang panik menelpon saya, meminta saya menyusul mereka dengan mobil. 'Bu, cepat ngebut! Ini masalah Hari!' katanya," kisah Narni. Sesampainya Narni di lokasi kejadian, tubuh Hari sudah terkapar penuh darah.

"Kami langsung memasukkan tubuh Hari ke jok belakanag, sementara Danan kelihatan terguncang dan kebingungan," tukas Narni. "Dia menanyakan pada saya, mengapa polisi tak kunjung datang?"

Di dalam mobil, Narni segera memangku kepala anak bungsungnya. "Rasa-rasanya, dia sudah tidak bernafas. Tapi Danan meyakinkan saya kalau Hari hanya pingsan," ujar Narni yang sempat pesimis ketika melihat darah mengucur dari mata, hidung, dan mulut Hari.

Tim dokter RS Boromeus dengan sigap menangani tubuh Hari, sementara Narni mengabarkan berita buruk ini kepada Koerni yang masih berada di kampus. "Saya sempat berpikir, kok, kami apes sekali. Sudah kemalingan, anak-anak kecelakaan saat mengejar malingnya," tutup Koerni yang mulanya tak menyangka Hari terkena tembakan.

Ia baru tahu duduk perkara yang sebenarnya setelah sampai di RS. "Dokter bilang pada saya, 'Maaf, putranya sudah meninggal.' Saya pikir, aduh, habislah saya," tutur Koerni yang langsung lemas, sementara Narni yang hanya bisa berjongkok di depan ruang ICU selama penanganan mulai menangis.

Setelah mengabarkan Hari meninggal, dokter kemudian mengijinkan keluarga melihat keadaan Hari. "Peluru masuk dari ketiak kiri menembus organ vital paru-paru dan jantung. Hari tewas di tempat kejadian," ucap Koerni yang langsung geram melihat lubang sebesar koin Rp 500 menghiasi sisi tubuh anaknya.

Pahlawan Keluarga

Hari, menurur Koerni, adalah pemuda yang supel dan punya banyak teman. Saat pemakaman, rombongan kawan-kawan yang berduka karena kehilangan memenuhi rumahnya. "Dari mereka saya dengar semua cerita tentang Hari," ujar Koerni. Anaknya ini, sebut Koerni, dicintai teman-temannya karena sifatnya yang selalu ringan tangan. Ia suka membantu siapa saja.

"Sampai para cleaning service di kampus, semua suka Hari. Dia kerap bantu-bantu ngepel dan angkut-angkut bangku," ujar Narni. "Tak pernah sekalipun dia membanggakan diri ayahnya profesor di fakultasnya."

Di rumah pun, lanjut Narni, Hari sangat bertanggung jawab dan sayang keluarga. "Dia suka bersih-bersih. Saat saya sakit, dia yang membuatkan bubur," kenang Narni dengan mata berkaca-kaca. Kini sepeninggal Hari, "Rumah terasa lebih lengang."

Meski pedih, Narni dan Koerni bertekad mengingat Hari sebagai pahlawan. "Berkali-kali dia bilang ingin lebih baik dari Bapaknya, ternyata dia bisa membuktikan. Kalau bertahun-tahun saya menyusun hukum pertanian dan berusaha mengubah cara pandang hukum yang tidak pas untuk Indonesia lewat tulisan, Hari justru sudah berbuat lebih dari yang saya lakukan. Dia melawan keserakahan dengan nyawanya," pungkas Koerni bangga.

Laili Damayanti, Ade Ryani