Pernikahan Berta dan Abd lima tahun lalu awalnya berjalan baik-baik saja. Tapi lama-kelamaan, watak asli Abd mulai tampak. Selain suka minuman keras, "Dia juga temperamental." Sudah tak terhitung lagi, tutur Asriati, putrinya babak belur dihajar mantan suaminya itu. "Berta itu pendiam, tidak pernah cerita. Saya tahu dia sering dipukul dari ketua RT-nya."
Tak hanya menerima perlakuan buruk dari Abd, Berta juga sempat bercerita sering dirongrong Nur, sang ibu mertua. "Setiap ada persoalan, Nur selalu menyalahkan dan mengata-ngatai dia," cerita Sukartinah. Meski begitu, lanjutnya, Berta tetap mencintai Salam.
Desember tahun lalu, atas dorongan Nur, Abd menggugat cerai Berta di Pengadilan Agama. Menurut putusan pengadilan pula, anak Berta jatuh ke asuhan Abd. Perceraian ini sempat membuat Berta stres. Wanita yang setamat sekolah dasar langsung melanjutkan ke pondok pesantren itu tak berhenti menangis selama berhari-hari. "Dia merasa tak memiliki salah apa-apa, kok, dicerai begitu saja. Mau membela diri juga tidak bisa," papar Asriati.
Di tengah kesedihan itu, datanglah Syamsudi. Duda beranak satu yang memiliki usaha penggilingan padi keliling tersebut rupanya menaruh hati pada Berta. Tak lama berpacaran, tepatnya 23 Februari, sehari sebelum Berta ditemukan terbunuh, Syamsudi melamar Berta. "Saat itu pula ditetapkan hari pernikahannya tanggal 4 April," tutur Asriati.
Berita pertunangan Berta dengan Syamsudin itu rupanya sampai ke telinga Abd dan membuatnya cemburu. "Kalau memang masih cinta, kenapa dulu anak saya dicerai?" kata Asriati dengan nada tinggi.
Kini keluarga Berta hanya bisa memendam kekecewaan. Berta yang dikenal pendiam dan baik itu tewas di tangan orang yang pernah dicintainya, "Karena itu saya tidak terima kalau dia tidak dihukum seberat-beratnya. Melihat jasad Berta yang penuh luka mengerikan, Abd itu bukan manusia lagi!" ujar Asriati keras.
Gandhi Wasono M / bersambung