Ketika Bocah Menusuk Bocah (1)

By nova.id, Jumat, 2 Maret 2012 | 23:18 WIB
Ketika Bocah Menusuk Bocah 1 (nova.id)
Takut Drop

Di tempat lain, Syaiful terbaring tanpa daya di ruang highcare RSUP Fatmawati Jakarta. Setelah mendapat 13 tusukan dari Am di bagian perut, tangan, dan betis, ia harus dirawat secara intensif. Dokter juga masih terus memantau pemulihan organ-organ tubuh Syaiful, seperti limpa, paru, hati, dan usus. Di ruangan yang terletak di lantai 3 tersebut, Syaiful yang pipi kanannya lebam karena pukulan Am, tak boleh dijenguk selain oleh keluarganya.

"Sekarang matanya sudah merespons kalau saya datang," tutur Nur Muidah (34), ibunda Syaiful. Nur tak pernah bisa berlama-lama menjenguk anaknya karena kondisi Syaiful yang masih lemah. "Kami tidak boleh mengajak bicara lama-lama, takut drop lagi. Ngobrol pun yang ringan-ringan saja. Jadi, saya belum tanya tentang kejadian persisnya."

Rabu (22/2) lalu adalah hari keenam Syaiful dirawat. Bersama suaminya, Sukino (45), pasangan yang sama-sama tunanetra ini setiap hari datang ke RS. "Saya tak mau hanya menunggu di rumah karena ingin tahu bagaimana perkembangannya setiap hari," ujar Nur. "Maunya, sih, Syaiful cepat sembuh biar bisa ikut UN. Waktunya, kan, sudah mepet. Semoga ada kebijakan dari sekolahnya."

Selain rajin belajar, tutur Nur, Syaiful juga bukan anak yang macam-macam. Hobinya bermain bola, layangan, dan kelereng. Ia juga tak menyangka Syaiful bisa berteman dengan Am yang wataknya jauh berbeda. "Dia tak pernah cerita tentang pribadi Am. Artinya, saya harus lebih waspada dengan pilihan teman anak saya. Bisa saja di dekatnya baik, tapi ternyata di belakang jahat. Saya heran, kok, Am tega sekali. Dia dan anak saya, kan, masih kecil. Masih 12 tahun!"

Minta Maaf

Dua hari sebelum kejadian, cerita Nur, Am dan dua temannya sempat main ke rumah. "Waktu itu Saiful masih di sekolah karena sedang try out. Karena saya anggap mereka teman Syaiful, saya biarkan saja mereka main." Sepulangnya Syaiful dari sekolah, Nur kaget karena anaknya itu menanyakan keberadaan ponselnya. Belakangan, mereka menyimpulkan ponsel tersebut diambil oleh Am. "Saya merasa Am memanfaatkan kelemahan saya yang tidak bisa melihat, jadi dia seakan bebas mencuri di rumah saya," kisah Nur.

Perempuan ini pun tak tahu menahu anaknya janjian untuk bertemu dengan Am Jumat nahas itu. Yang ia tahu, pagi itu sebelum sekolah, Syaiful dijemput oleh Am di rumah. "Karena perginya ke sekolah, saya merasa aman-aman saja." Tak tahunya, sekitar jam 07.30 pintu kediaman Nur diketuk polisi. "Kata mereka anak saya ditusuk," ujar Nur.

Yang mengharukan, menurut cerita yang didengar Nur, buah hatinya masih bisa merangkak setelah ditusuk berulang kali oleh Am. Syaiful ditemukan satpam perumahan tempat kejadian dalam keadaan mengenaskan, ususnya terburai akibat tusukan pisau sepanjang 30 cm di bagian perut tersebut. "Untung dia anaknya tahan dan berjuang. Kalau dia tidak seperti itu, entah bagaimana nasibnya," ujarnya sedih.

Tiga hari setelah kejadian, lanjut Nur, ibu dan kakak Am bersama ketua RT setempat mendatangi rumahnya. "Mereka mengakui Am salah dan minta jangan ada dendam di antara kami. Mereka juga bilang sudah menyerahkan Am ke polisi. Karena mereka bicara baik-baik, saya menerima. Seharusnya akan ada pertemuan selanjutnya, tapi belum terlaksana," kata Nur.

Yang jelas, musibah ini membuat Nur dan Sukino kalang kabut. "Saya tidak bisa tidur. Kalau ada telepon, pasti kaget. Takut ada kabar buruk dari RS," akunya. Apalagi di tengah kekalutan ini, Nur sempat ditipu seorang perempuan yang menyebut dirinya bude. "Uang sumbangan untuk Syaiful sebesar Rp 2 juta dibawa lari." Beruntung, Nur tak perlu dipusingkan lagi dengan biaya perawatan anaknya karena sudah ditanggung oleh Pemkot Depok.

Hasuna, Noverita / bersambung