"''Kalau aku kuat, apapun vonis dokter tak akan terjadi,''ujar Mita optimis. Beberapa kali dokter memvonis umur Mita hanya tinggal menghitung hari. (Foto: Dok Pri) "
Awal dirinya terdeteksi menderita CML menjadi masa lalu kelam bagi Mita. September 2009, Mita merasakan badannya terasa tak enak. "Waktu itu cuma seperti masuk angin, tapi anehnya berat badanku terus merosot. Hanya beberapa bulan saja aku kehilangan 15 kilo dan tidak bisa naik-naik lagi," kisah Mita yang juga merasa heran karena meski mengurus, perutnya menggendut bak penderita busung lapar.
Curiga dengan keadaan Mita, kakaknya, Eendi Annawhanti membawa sang adik ke dokter spesialis ahli penyakit dalam di RS Puri Cinere. "Saat itu analisa dokter adalah anemia akut atau kelainan darah. Untuk memastikan, aku harus menjalani screening," papar Mita menerawang. Setelah seminggu menjalani berbagai tes, "Hasilnya merujuk ke leukemia. Tentu saja aku dan kakak kaget sekali," ujar Mita yang langsung merasa masa depannya mendadak suram. "Di mobil, aku dan kakak sempat buang-buangan muka karena masing-masing menangis."
Kehidupan Mita yang baru saja diterima kuliah itu lantas dipenuhi jadwal pengobatan. Ia sempat dirujuk ke ahli haematologi di RSCM hingga menjalani berbagai pengobatan alternatif. "Setiap mau tidur, aku pasrah saja jika Tuhan memutuskan aku tak bangun lagi. Sempat juga aku enggak berani tidur, khawatir tidak bangun lagi," kata Mita lirih.
Sayang, pengobatan alternatif yang dicobanya malah membuat keadaan fisiknya kian drop. Pasalnya, ia harus menghentikan pengobatan dokter yang dosisnya dianggap terlalu keras. Alhasil, ia tumbang dan harus dirawat di RS selama sebulan penuh.
Deritanya belum berakhir. Di RS, Mita mengalami infeksi saluran kemih, mimisan hingga 5 kali sehari, serta memar-memar di sekujur badannya kian banyak. "Dokter memvonis, kalau tak cepat ditangani umurku tinggal 3 bulan. Bahkan sempat drop lebih buruk dan divonis umurku tinggal 3 hari," Mita menggeleng sedih mengingatnya.
Untung tekadnya kuat, dukungan keluarga dan kepasrahan pada Tuhan membuat Mita mampu melalui masa-masa terberat dalam hidupnya. "Bisa atau enggak, cuma aku yang tahu. Kalau aku kuat, dokter mau bilang apa juga tidak akan terjadi," tegasnya.
Kini, keadaan fisiknya memang sudah jauh lebih baik. Mita pun mampu kembali kuliah dan merenda cita-cita lagi. "Cita-citaku simple saja. Lulus kuliah, kerja, nikah, dan punya anak. Meski kelihatannya sederhana, bagi kami (penyandang leukemia) itu semua jadi sulit," terang Mita.
Ya, bagi penyandang leukemia ada banyak hal yang tak bisa dijalani layaknya orang normal. Untuk bekerja saja, banyak perusahaan yang akan mundur jika mengetahui calon karyawannya mengidap penyakit ini. Menikah pun, belum tentu orang maupun keluarga orang lain dapat menerima kondisi penderita. Kelak bila ingin memiliki anak, lagi-lagi nyawa menjadi taruhannya karena selama hamil tak bisa leluasa menjalani pengobatan. "Jadi, cita-cita yang bagi kebanyakan orang simple ini, bagiku 'wah' sekali," pungkas Mita.
Ade, Laili