Setahun lalu, Lely Simatupang (42) merasakan ada sesuatu yang menggerogoti tubuhnya. Jika masa menstruasi tiba, perutnya sakit melilit minta ampun. Periode datang bulannya pun tak biasa. Selain lama, jumlah darah yang keluar sedikit. "Saya takut ke dokter, khawatir ditemukan penyakit yang aneh-aneh," kata pemilik ChezLely Culinary School.
Akhir 2010 saat liburan bersama keluarga ke Singapura, "Dua hari saya hanya terbaring di tempat tidur. Sepulang ke Jakarta baru saya berani ke ginekolog. Katanya, saya punya myom. Tapi, setelah minum obat sakitnya tak juga hilang."
Pada hari ulangtahunnya yang ke-48 di awal tahun 2011, ia tak bisa lagi menahan sakit. "Seperti mau melahirkan tapi bayinya tak kunjung keluar," ujarnya mengenang. Setelah dilarikan ke rumah sakit, Lely terenyak mendengar vonis dokter. "Ternyata di rahim saya ada kanker stadium satu. Jujur, ini bukan kado ulangtahun yang indah. Batas antara hidup dan mati seakan begitu nyata."
Sejak saat itu, Lely harus menjalani serangkaian pengobatan yang seakan tak putus-putus. Ia berobat ke National University Hospital (NUH), Singapura. Setelah diambil CTScan dan MRIScan, Lely harus menjalani operasi besar untuk mengangkat seluruh rahim, indung telur, dan saluran tuba falopi-nya. "Pengangkatan indung telur ini membuat hormon estrogen hilang. Akibatnya, emosi saya naik-turun," cerita Lely.
Seminggu setelah operasi, hasil biopsi menunjukkan adanya sel kanker dalam sistem jaringan darah di tubuh Lely. Khawatir menyebar, dokter menyarankan Lely menjalani radiasi sebanyak 25 kali. "Syukurlah saya masih kuat menjalani semua efek sampingnya secara fisik dan psikis."
Kembali ke Jakarta, Lely tetap harus konsultasi rutin 3-4 bulan sekali ke Singapura. "Butuh waktu lima tahun untuk mendapat predikat cancer free dari dokter. Alasannya, bisa saja tiba-tiba sel kanker aktif kembali. Kini, hampir setahun berlalu, saya masih berjuang menghilangkan penyakit ini."
Sebelum vonis kanker rahim datang, sebenarnya Lely sudah menyusun banyak rencana. Namun apa boleh buat, selama tiga bulan semua kegiatannya total dihentikan untuk fokus ke pengobatan. Padahal sebelumnya Lely banyak men-support para pengidap kanker. Sadar butuh pertolongan orang lain ketika dirinya yang divonis kanker, Lely pun tak mau menyembunyikan kenyataan. "Padahal sebelum sakit dulunya saya ini Si Hebat yang mandiri dan serba bisa. Tapi kini tak bisa begitu lagi."
Lely tak mau meratapi penyakitnya. Ia pantang menangis di depan keluarga dan teman-temannya. Justru para penjenguknya yang kerap meneteskan air mata. "Mungkin mereka tak menyangka Lely yang selalu riang dan full of life diberi cobaan seperti ini oleh Tuhan." Diakuinya, kehadiran keluarga dan para sahabat menjadi penguat semangat. "Hanya datang menjenguk saja sebenarnya sudah sangat menguatkan hati. Just be there," ucap Lely.
Kini, Lely kembali menata hidup dan disibukkan dengan urusan sekolah masaknya. Ia juga menjunjung hidup sehat. Tiap hari jalan pagi dan berhati-hati dengan menu makanan. "Saya tak bisa lagi sembarangan jajan dan kecapekan. Kadang kangen juga makanan manis, instan, dan process food. Tapi keinginan itu selalu saya tepis jauh-jauh. Kalau suntuk saya ke salon saja," ucapnya riang.
Karena harus kontrol tiap 3-4 bulan sekali, Lely mulai menyusun rencana dengan jangka waktu pendek. "Saya sudah mewanti-wanti keluarga, saudara, sahabat, dan teman apa yang harus mereka lakukan kalau-kalau saya 'pulang'. Saya titipkan mimpi-mimpi saya ke mereka."
KOMENTAR