Kisah Buruh Cuci yang Kini Jadi Milyarder (1)

By nova.id, Rabu, 15 Februari 2012 | 23:54 WIB
Kisah Buruh Cuci yang Kini Jadi Milyarder 1 (nova.id)

Kisah Buruh Cuci yang Kini Jadi Milyarder 1 (nova.id)
Kisah Buruh Cuci yang Kini Jadi Milyarder 1 (nova.id)

"Suasana di pabrik Martini Natural di pinggir Kali Progo. Selain melayani buyers dari dalam dan luar negeri, saya juga melayani pesanan secara perorangan, termasuk memenuhi pesanan dari perusahaan retail ternama di Indonesia. (Foto: Siswanto/Dok Nova) "

Merajut Tas

Tahun 1995 ada lagi proyek pembuatan jalan. Kali ini suami mengajak saya ke Solok, Padang, Sumatra Barat. Sayangnya, proyek ini tak berjalan mulus dan akhirnya bubar di tengah jalan. PT yang mengerjakannya pun tutup. Kami pun kembali ke Jogja. Untungnya suami segera mendapat pekerjaan lain di proyek pembuatan Jembatan Krasak. Lagi-lagi saya ikut bantu-bantu di proyek itu.

Nah, sembari kerja di proyek, suatu kali ada seorang suplier asal Sentolo menawari saya kerja sambilan. Saya diminta belajar merajut tas dari bahan benang nilon atau benang kasur. Dalam tempo satu minggu ternyata saya bisa merajut dan akhirnya bergabung dengan sisuplier yang menyetorkan daganganke PT Rumindo Pratama di Jogja.

Untuk pekerjaan merajut ini gajinya pakai sistem upah. Karena itu saya berusaha rajin dan disiplin. Kalau diminta setor pagi, ya, pagi-pagi benar saya sudah membawa hasil pekerjaan ke Desa Sentolo naik sepeda onthel. Bahkan kadang-kadnag si supliernya belum bangun tidur, saya sudah berada di rumahnya menunggunya bangun pagi. Rata-rata per minggu saya menerima upah Rp 2.500 per tas. Terkadang saya bisa merajut 5 buah tas.

Rupanya juragan saya melihat kedisiplinan dan kerja keras saya. Saya pun mendapat kepercayaan lebih tinggi daripada sekadar jadi buruh merajut. Yakni mengambil benang hingga menyetor barang ke PT Rumindo Utama. Karena perajin yang bergabung ddengan juragan saya semakin banyak, maka semakin banyak pula benang yang saya ambil ke Rumindo. Kadang sampai 2,5 ton benang. Bahkan bila seluruh mobil bak bukaan terisi penuh benang, saya rela nyelip saja di pojok mobil. Ha ha ha...

Begitulah, saya kerja pada orang lain, tetapi tidak mau pakai hitung-hitunganan. Totalitas sajalah istilahnya. Sayang disayang, suplier asal Sentolo ini suatu ketika bermasalah dengan PT Rumindo, soal pembayaran. Sampai-sampai juragan saya kesulitan membayar para perajin binaan yang setor dagangan kepadanya. Saya turut merasakan kesulitan itu. Saya rela tak digaji dulu, yang penting ibu-ibu perajin saja yang gajian dulu. Saya sedih bukan kepalang memikirkan semua itu, sampai sakit dan harus opname di RS Bethesda.