Meski disakiti dan tak pernah mendapat nafkah, Yati mengaku mencoba bersabar. Bahkan rela menutup salonnya di Klender sebagai modal membuka warung sate di Jalan Setia Darma, Tambun. Warung ini dikelola anaknya dari suami pertama. Keuntungan dari hasil usaha inilah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan anak-anaknya.
Seiring dengan waktu, tutur Yati, Pak Min mulai jarang menjenguk Yati dan dua anaknya. "Ia hanya datang sebentar mengurusi warung lalu pergi lagi. Dia tidak lagi memberi kebutuhan lahir dan batin. Yang paling menyakitkan, tahun 2006 saya mendengar kabar dari pegawai, dia menikah lagi secara siri," katanya.
Merasa ditipu, Yati pun berniat minta cerai. "Dengan enteng dia bilang, kalau mau pisah, ya, pisah saja karena kami nikah siri. Padahal, kami menikah resmi," ungkap Yati yang kemudian mengajukan gugat cerai. Ketika proses cerai berjalan, "Dia menutup warung sate bahkan mengangkut semua barang-barang di rumah. Tempat tidur anaknya pun tega dibawa hingga kami terpaksa tidur di lantai. AC rumah juga dicopoti. Selain itu, dia tak mau lagi membayar listrik. Pernah sampai ada tunggakan sekitar Rp 2 juta. Pernah juga suatu saat sepulang bepergian, saya lihat rumah gelap gulita. Ternyata semua lampu rumah dicopoti!"
Puncaknya, lanjut Yati, ketika pekan silam ada orang datang ke rumahnya dan mengaku sudah membeli rumah ini dari Parimin dan istri pertamanya. "Katanya rumah ini dibeli Rp 1,1 milyar. Saya masih coba bertahan tinggal di sini. Ini, kan, rumah yang sudah saya tempati sejak lama. Proses cerai saya dengan suami juga masih menunggu banding, kenapa Parimin tega menjual rumah ini tanpa sepengetahuan saya?"