Peni sendiri pernah membuat cake berbentuk tanaman aglonema yang potnya terbelah dalam perjalanan saat diantar ke pelanggan. "Potnya terbuat dari fondant. Untung kurirnya tahu, lalu dibawa pulang lagi. Jadi masih bisa saya buat ulang," kenang Peni.
Sering bermain warna dan membuat kue sendiri sejak kecil ternyata sangat bermanfaat bagi Peni. Lantas, bagaimana perkembanagn cake 3D di luar negeri? "Di sana kuenya keras, sehingga gampang dipahat. Sementara masyarakat kita sukanya cake yang lembut, empuk, dan melting. Padahal yang begini sangat sulit dipahat."
Itu sebabnya, lanjutnya, jika ada home baker yang bisa mengatasi masalah citarasa, penampilan, dan cuaca, berarti hebat. Kok, cuaca? "Kelembapan adalah musuh utama fondant karena bisa bikin melorot saat didekorasi. Padahal, di Indonesia ini tingkat kelembapannya tinggi. Untuk mengatasinya, cake harus diletakkan dalam ruangan ber-AC," ujar Peni yang sampai memasang lima AC di rumahnya demi menjaga kualitas kuenya.
Cake 3D, bagi Peni, punya nilai personalitas dan keistimewaan yang luar biasa. "Kalau ada kolektor tas mahal diberi hadiah kue berbentuk tas favoritnya, tentu senang. Dia tahu bikin lama, sulit, dan mahal. Kalau baru pertama bikin, membuat dekorasinya saja bisa 5 jam, mulai dari memahat. Sekarang saya hanya butuh 2 jam. Cake 3D dari hotel berbintang harganya bisa mencapai Rp 7 juta, lho," ujar Peni yang kini punya situs http://cakemiracle.com.
Peni mengaku tak hafal berapa cake 3D yang sudah dibuatnya. Ada masa di mana ia membuat 9 pesanan dalam sehari. "Sekarang saya batasi hanya 2-3 pesanan saja, agar kualitasnya lebih premium. Pelanggan puas dan saya juga lebih maksimal mengerjakannya," ujar Peni.
Hasuna