Berpotongan rambut punk rock, sepintas membuat Putu Christiani tampak maskulin. Ternyata, ia sengaja memangkas rambut hitam panjangnya ketika mengikuti Pelatnas di Surakara. Selama tujuh bulan, ia mesti berlatih setiap hari dan akhirnya memutuskan untuk memendekkan rambutnya. "Iya, habisnya panas banget. Harus keramas setiap selesai latihan. Makanya kupotong aja," sahut putri Bali ini ringan.
Wanita berkarakter tegas ini adalah atlet andalan Pulau Dewata untuk cabang olahraga atletik. Chris mengakui sangat menyukai olahraga sejak kecil. Selain atletik, ia juga hobi bermain voli dan basket. "Setaip sore kalau di rumah, walaupun saya perempuan, saya suka main sepak bola. Sama anak kecil atau remaja-remaja di gang rumah saya," ujarnya sambil tersenyum.
Dari kegemarannya lah, ia memperoleh kesempatan terjun di kancah kompetisi olahraga pada 2008. Rekan orangtuanya yang menjadi pengurus Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) - sekarang National Paralympic Committee (NPC) - ia mendapat kesempatan mengikuti Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Bali untuk mewakili Kabupaten Buleleng.
Chris semakin melesat prestasinya setelah menyabet satu medali emas dan dua perunggu pada Pekan Olahraga Penyandang Cacat Nasional (PORCANAS) di Kalimantan Timur pada 2010. Medali emas itu menjadi tiket Chris diterima PNS sebagai staf Tata Usaha di SLB C Negri Singaraja. Gadis hitam manis kelahiran Singaraja, 1 September 1988 ini juga mengajar siswa-siswa penyandang keterbelakangan mental saat ada acara-acara olahraga. "Kendalanya, mereka susah nangkep. Saat mengajar di sana harus sabar banget," ujar Chris yang juga menjabat Bendahara II di NPC, Buleleng, Bali.
Selama hampir tujuh bulan berlatih di Surakarta sebelum dimulainya APG VI, sangat membantu Chris yang mengaku masih perlu banyak memperbaiki teknis lemparnya. "Terus terang waktu belum ikut Pelatnas, teknis lempar masih hancur banget. Saya dibantu pelatih Pak Purwo dan Mas Agus untuk mempelajari teknik yang benar. Biar bisa mendapat lemparan terbaik," demikian kata perempuan yang tangan kirinya tumbuh tidak sempurna.
Hasil dari proses berlatihnya ini ternyata memberikan hasil maksimal sebagai pemecah rekor untuk nomor lempar cakram sejauh 27,07 meter dan memperoleh emas. Sedangkan medali perak disabetnya dari nomor lempar lembing. Sebagian bonus medali yang diperoleh Chris akan diberikan kepada orangtuanya, Ketut Sandi dan Wayan Setuti untuk tambahan modal berdagang.
"Saya berterimakasih sekali dari ajang olahraga ini saya bisa mendapatkan pekerjaan. Karena sejak tamat SMA saya enggak bisa ngelanjutin sekolah. Cuma diam saja di rumah, enggak ada pekerjaan sama sekali," kata Chris yang sempat menganggur selama tiga tahun.
Sebagai seorang penyandang disabilitas, Chris berusaha untuk menyemangati teman-teman yang memiliki keterbatasan fisik seperti dirinya. Misalnya dengan mengajak bergabung di NPC tempatnya berorganisasi. Baginya, meskipun memiliki kekurangan fisik, tapi harus berusaha untuk mengeluarkan kelebihan yang dimiliki. "Kalau saya punya kelebihan di bidang olahraga, saya asah lagi supaya bisa masuk ke kancah internasional. Kuatkan saja diri sendiri. Anggap lah kita sama kayak yang lainnya. Kita bisa melakukan seperti yang dilakukan perempuan lain," tegasnya.
Kartika Santi / bersambung