Pada bulan kedelapan ketubanku pecah sewaktu aku masih di kantor. Bayi pertamaku, Aurelia Prinisha M, lahir pada 15 Januari 2000 dengan berat badan 2,4 kg dan panjang 48 cm. Kecil banget, seperti botol. Apesnya, aku terkena sindrom baby blues karena stres melihat Aurel tak henti menangis sepanjang hari pada awal kelahirannya. Ditambah lagi, perutku masih sakit setelah melahirkan. Situasi ini membuatku sangat depresi.
Melihat cucu dan anaknya terus menangis, ibuku yang suatu kali mendampingi di kamar jadi ikut menangis. Waktu pulang kantor, suamiku heran melihat kami bertiga menangis bareng. Setelah beberapa minggu, akhirnya aku bisa beradaptasi dengan peran baruku sebagai ibu. Sejak usia beberapa bulan setelah lahir, Aurel terlihat gampang ketakutan setiap bertemu orang lain. Ia hanya merasa nyaman denganku dan ayahnya. Tiap bertemu orang selain kami, ia akan menangis dan ketakutan.
Rupanya, ketakutanku selama mengandung Aurel menurun kepadanya. Ia jadi mengidap over anxiety atau cemas yang berlebihan. Ya, waktu itu aku memang sangat cemas, khawatir kehilangan lagi janin yang kukandung. Selain itu, aku juga cemas dengan peranku sebagai seorang ibu baru kelak. Setiap kami bepergian, suamiku harus menyetir sambil ngebut. Dengan cara ini, Aurel tak akan melihat orang banyak. Jika mobil terpaksa berhenti karena macet, ia akan ketakutan dan menangis tak henti.
Terpaksa aku membawanya ke dokter yang kemudian memberinya beberapa terapi untuk anak autis. Hanya saja, polanya berbeda. Antara lain behavior therapy, occupational therapy, dan sistem integrasi. Saat tiba waktunya masuk TK, Aurel tak mau ke sekolah karena takut luar biasa sampai kencing di celana. Stresku makin bertambah karena saat itu aku tengah hamil anak kedua, Andre Vivaldi Pratama M.
Setelah akhirnya Andre lahir pada 2 Januari 2003, aku mendampingi Aurel bersekolah. Soal Andre, kuceritakan nanti saja, ya. Yang jelas, sebelum akhirnya hamil Andre, aku sempat keguguran satu kali. Kepada gurunya kujelaskan kondisi Aurel dan aku minta kebijaksanaan guru untuk mengizinkan aku duduk di sebelah Aurel sampai ia bisa ditinggal. Sejak itulah, tiap Senin sampai Jumat selama empat jam aku jadi murid terbesar sekaligus tertua di kelas Aurel.