Ini Dia, Jurus Tipu Gaya Baru

By nova.id, Rabu, 28 September 2011 | 05:01 WIB
Ini Dia Jurus Tipu Gaya Baru (nova.id)

Ini Dia Jurus Tipu Gaya Baru (nova.id)
Ini Dia Jurus Tipu Gaya Baru (nova.id)

"Foto: Hendra Setyawan/Kompas Daily "

Manfaatkan Kondisi

Aneka modus kejahatan yang terus berganti dari hari ke hari, kata kriminolog UI, Prof. Adrianus Meliala, Ph.D, "Kejahatan dengan setting jalanan, memang mudah sekali berkembang, berubah, juga hilang. Modus kejahatan ini bersifat spontan dan biasanya individual," paparnya merujuk pada kejahatan di terminal, halte, atau tempat-tempat umum.

Ketika masyarakat belum sadar dengan modus kejahatan ini, akan banyak masyarakat menjadi korban. "Setelah kejadian seperti ini diberitakan media dan polisi berkampanye agar masyarakat hati-hati, biasanya modus ini akan berhenti. Di satu pihak menguntungkan karena masyarakat bisa waspada, tapi di sisi lain para penjahat di jalanan akan segera mengganti dengan modus lainnya."

Cara pencegahannya, tak bisa tidak, kita harus waspada terhadap orang yang tidak dikenal. Menurut Adrianus, "Para pelaku kejahatan biasanya memakai asumsi umum. Misalnya, penumpang itu selalu bosan saat menunggu, sering ia takut beranjak ke mana-mana karena kalau dia pergi, takut antreannya diserobot orang. Biasanya, ia juga kehausan." Nah, kondisi-kondisi seperti itulah yang dimanfaatkan penjahat. "Si pelaku tidak perlu tahu nama korbannya. Hanya saja, hasil kejahatan seperti ini pada umumnya tidak besar. Si pelaku hanya mendapatkan benda berharga yang kebetulan dibawa korbannya."

Lain jika modusnya lebih rumit, kemungkinan hasil yang didapat bisa jauh lebih besar. "Para pelaku bisa juga melakukan penyelidikan. Artinya, dia sudah menentukan target operasinya dan memerlukan informasi tambahan seperti kondisi calon korban. Dalam hal kasus orangtua yang mendapat kabar anaknya tertimpa musibah, ia mesti mencari informasi nama anak, bahkan nama guru untuk meyakinkan korbannya."

Peristiwa kejahatan gaya itu, jelas Adrianus, sudah mencakup tiga dimensi. Yaitu terjadi peristiwa kecelakaan, minta uang dengan cara transfer, dan bahkan bertemu muka. Cara-cara seperti ini sanggup mengecoh korban.

Perlu Modal

Adrianus juga mengingatkan, dalam kondisi capek, panik, atau bingung, orang cenderung mudah dipengaruhi dan biasanya tidak bisa berpikir jernih. Hasilnya, begitu mudah ia dipandu untuk mentransfer uang. "Pada dasarnya, jangan bertindak cepat. Biasakanlah mencari pendapat orang lain. Manfaatkan waktu sekian menit untuk bicara dengan kakak, adik, atau pasangan. "

Adrianus menyebut, modus semacam ini adalah bagian dari penipuan. Intinya, mengecoh korbannya. "Ujungnya membuat orang terperdaya dan bergerak sesuai dengan permintaan atau keinginan si pelaku. Ada yang dengan bantuan ilmu hipnotis atau karisma diri. Korban tidak punya daya kritis terhadap apa yang pelaku lakukan."

Untuk modus lain yang sifatnya terencana seperti penculikan, sifatnya lebih ajeg. Si pelaku mesti lebih kerja keras mempersiapkan diri. Ia perlu mengadakan riset terlebih dahulu. Bahkan, kadang mesti menyiapkan modal yang lebih besar semisal untuk menyewa mobil. Target operasinya pun orang-orang kaya yang bisa dikuras kekayaannya. Dengan persiapan lebih ini, pelaku berharap mendapatkan hasil yang lebih besar.

Modus kejahatan ini lebih banyak berkembang di kota besar, apalagi metropolis seperti di Jakarta. "Pengaruh kota besar ada unsur kesibukan, kesesakan, dan ketergesa-gesaan. Itu menjadi peluang bagi lahirnya kejahatan," tutur Adrianus.

 Henry Ismono