Aku mengakui, suamiku memang sejak dulu dikenal sebagai seorang peminum berat. Kebiasaan buruk itu sudah dilakukannya sejak ia perjaka. Karena itu, keluarga besarku banyak yang tak setuju aku menikah dengannya. Tapi, mungkin sudah sama-sama cinta, aku berusaha membelanya sehingga orangtua tak bisa berbuat banyak.
Pada awal menikah, kebiasaan buruknya itu sempat berhenti, tapi setelah lima tahun berjalan, kambuh lagi. Terutama setelah aku tidak kunjung bisa memberikan keturunan.
Setiap terjadi percekcokan, aku menjadi limpahan kekesalannya. Aku dianggap tak bisa memberikan keturunan meski hasil pemeriksaan dokter menyatakan diriku sehat. Tak hanya suka minum, ia juga mulai terlihat amat temperamental. Suw, kerap menempeleng diriku bila ada sedikit persoalan. Karena aku juga belum mendapat keturunan, lalu ia berinsitif untuk mengambil anak angkat, anak kakakku. Semula, akau tidak mau, tapi Suw ngotot minta mengangkat Nita sebagai anak, yang saat itu baru berusia dua bulan.