Perintis warung itu adalah Noto Sukirno yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah. Ia sudah belasan tahun jualan di sana. Enam tahun terakhir, Irama Keroncong Rindu Kasih rutin main. "Sebenarnya, kami dengan mereka tak ada hubungan apa-apa. Saat itu, mereka izin untuk main di sini. Pak Noto setuju saja. Malah saling menguntungkan. Banyak warung sate di Jakarta, tapi justru kehadiran mereka membuat kami jadi berbeda," lanjut Sigit.
Sate keroncong, menurut Sigit, banyak peminatnya. Hari-hari biasa Noto butuh 60 kg daging. Sekilo bisa menjadi 35 tusuk dengan irisan daging cukup besar. "Kami memilih daging kambing muda. Rasanya dijamin empuk. Kami menyajikannya dengan bumbu kecap," kata Sigit, keponakan Noto yang juga juru masak tongseng.
Menurut Sigit, warung buka jam 09.00-20.00. Namun, untuk hari Sabtu dan Minggu, bisa tutup lebih cepat meski stok daging sudah ditambah. Larisnya warung juga jadi berkah bagi Suwito. "Banyak tamu yang nyawer. Tentu, kami tidak memaksa," kata Suwito yang mengaku awalnya ngamen.
Dengan main di warung Sate Keroncong, kehadiran Rindu Kasih makin dikenali. "Pencinta keroncong lebih gampang menghubungi kami. Setidaknya dalam sebulan, kami 3-4 kali menerima tanggapan. Mulai acara keluarga sampai hajatan. Bahkan, semasa Gus Dur masih jadi presiden, kami sering main di hadapan beliau. Bukan di Istana Negara, tapi di rumah Pak Yen, pengusaha Belanda yang jadi sahabatnya Gus Dur."
Tiap tanggal 6 Juni, mereka juga rutin bermain di Monumen Proklamasi acara haul Bung Karno. "Senang bisa main di hadapan keluarga Bung Karno. Oh ya, kalau Pak Bondan Winarno ada acara kuliner, kami juga sering diundang main," kata Suwito yang memegang alat musik cak. Menyantap sate dengan iringan musik keroncong, memang rasanya lebih mak nyus.