"Kami berusaha bertahan dengan kelengkapan barang, harga yang bersaing, juga pelayanan yang terbaik. Tapi, sekarang memang orang sudah bergeser ke produk pakaian jadi dengan banyak pertimbangan," ungkap Lilu pasrah, tak mampu menyalahkan keadaan.
Gempuran yang dihadapi toko kain seperti yang dimiliki Lilu bukan hanya datang dari produsen pakaian jadi, tapi juga dari toko kain lain yang berada di kota besar. Meski tokonya juga menyediakan kain mahal seperti brokat ataupun tile Prancis, namun orang Jember berduit tak lantas membeli di tokonya.
"Untuk kelas Jember, kain Prancis malah tidak laku. Mereka yang punya uang, lebih baik beli ke Surabaya atau kota besar lain meski belum tentu lebih murah," jelas Lilu.
Melihat kenyataan ini, Lilu pesimis toko kain seperti yang dikelolanya akan berumur panjang. "Mungkin saya akan jadi generasi terakhir yang menjalankan bisnis toko kain ini. Anak-anak saya juga tak ada yang mau meneruskan," pungkasnya pasrah.
Laili Damayanti