Balada Sais Delman Parangtritis

By nova.id, Selasa, 23 Agustus 2011 | 01:56 WIB
Balada Sais Delman Parangtritis (nova.id)

Balada Sais Delman Parangtritis (nova.id)

"Foto: Henry "

Pantai Parangtritis, sekitar 30 km dari Yogyakarta, merupakan sebuah tempat wisata yang legendaris. Panorama laut kidul dengan pantainya yang bersih, memberikan kenyamanan tersendiri bagi para wisatawan.  Wisata pantai disemarakkan dengan hadirnya delman. Pengunjung bisa menyusuri  pantai dengan naik delman sambil menikmati keindahan alam. "Ada puluhan usaha delman yang  mencari nafkah di sini," ujar Bardi (45) salah satu kusir delman. 

Bardi mengatakan, pantai Parangtritis yang membentang dari barat sampai timur sejauh sekitar 6 kilo, memberi rezeki tersendiri bagi sais delman. Naik delman menyusuri pantai dengan titik-titik tempat wisata, merupakan keasyikan sendiri bagi para wisatawan. "Tarifnya enggak mahal, kok. Untuk sekali jalan Rp 20 ribu. Tapi, untuk paket dari titik Parangtritis menuju kawasan lain seperti Parangendok, Parangkusumo dan balik lagi ke titik awal, Rp 80 ribu," kisahnya.

Penghasilan sebagai kusir delman, menurut Bardi, lumayan untuk menghidupi keluarganya. Yang penting, ia harus pintar-pintar mengelola uang. Saat puasa seperti sekarang, tak banyak wisatawan yang datang. Paling hanya beberapa orang. "Tapi, saat menjelang puasa kemarin, Parangtritis ramai banget. Banyak yang melakukan tradisi padusan, mandi jelang puasa."

Libur Lebaran nanti, bisa dipastikan pengunjung juga membludak. Untuk hari-hari biasa pengunjung selalu ada meski tidak seramai hari Sabtu-Minggu. Pada masa panen seperti itu, Bardi bisa mengantongi uang Rp 300 ribu lebih sehari. Sebagian pendapatannya ditabung untuk persiapan bila masa sepi tiba. "Kalau pas sepi, bisa tak dapat uang sama sekali. Padahal, kuda tetap harus dikasih makan. Untuk kebutuhan makan kuda seperti dedak, rumput dan vitamin, paling tidak habis Rp 20 ribu per hari. Ohya, kuda perlu vitamin untuk menguatkan tulang dan kesehatan."

Bardi mengaku, pengunjung Parangtritis datang dari berbagai daerah. Bahkan, turis asing. Kalau pas rezeki, "Kadang pengunjung memberi uang lebih. Semua saya syukuri. Ketika sepi juga enggak perlu mengeluh. Namanya rezeki, kan, sudah ada yang mengatur," kata Bardi yang tinggal di perkampungan tak jauh dari lokasi wisata.

TABUNGAN ANAK KUDA

Dikisahkan Bardi, ia memang  asli Parangtritis. Ia sempat meninggalkan tempat tinggalnya untuk sekolah di Yogyakarta. "Saya ikut paman. Lulus SMA, saya balik lagi ke kampung halaman, " ujar Bardi mengaku dari keluarga sederhana.

Sejak tahun 1992, Bardi mulai menjadi sais delman di lokasi wisata. Semula, ia tidak punya kuda sendiri. "Saya tak punya modal untuk kerja. Modalnya hanya sabar, sayang sama kuda, pasti nanti akan dipercaya orang," kata Bardi seraya mengatakan, di daerahnya termasuk banyak yang beternak kuda. Berbekal ketekunan merawat kuda, "Ada orang yang mempercayakan kudanya untuk saya jalankan. Saya mulai narik delman dengan sistem bagi hasil."

Bardi mengaku merawat kuda betina itu dengan tekun. "Ketika kudanya melahirkan,  saya dapat bagian. Perjanjiannya, tahun pertama anak kuda itu untuk si pemilik, tahun berikutnya untuk saya.  Jadi, lama-kelamaan saya sudah punya kuda sendiri,"ujar Bardi seraya mengatakan, tiap tahun kuda betina melahirkan satu anak.

Beberapa tahun kemudian,  Bardi ingin konsentrasi merawat kuda sendiri. "Kuda betina itu saya kembalikan  ke pemiliknya. Tentu saya berterima kasih karena sudah dipercaya merawat kudanya.  Mulailah saya merawat kuda milik sendiri. Ketika kuda berusia 4-5 tahun, sudah bisa digunakan untuk kerja."

Begitulah, seiring tahun berganti, Bardi sudah bisa memiliki kuda sendiri.  Kini, ia punya dua kuda dewasa. Satu kuda betina yang diberi nama Aminah ia jalankan sendiri, satu kuda betina lainnya, "Dijalankan saudara saya, juga untuk usaha. Lumayanlah," kata Bardi seraya mengatakan, kuda betina lebih mahal ketimbang kuda jantan. "Soalnya kuda betina mendatangkan keuntungan saat punya anak."

 Bardi mengatakan, secara berkala ia mengawinkan kudanya yang keturunan Australia itu, dengan kuda pejantan.  "Ketika kuda hamil, tetap bisa saya gunakan untuk bekerja. Tapi, ketika kandungannya sudah besar, menjalankannya tidak boleh kasar dan terlalu kencang.  Kuda memang mesti jalan, kalau tidak, kakinya malah bengkak-bengkak. Kuda juga tak perlu berlama-lama 'cuti hamil' seperti manusia," papar Bardi seraya tersenyum.