KDRI Gerakan Gembolers
Berkecimpung di dunia desain dan membuat kaos sebagai wadah idealisme hanyalah satu di antara banyak misi Wahyu Aditya (31). Ia ingin menularkan semangat nasionalisme kepada anak muda. Daripada menggadang-gadang slogan cinta produk Indonesia untuk komersil, Wadit, sapaan akrabnya, membuat Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI) bersama tujuh orang lainnya lewat blog pada 2006.
Mengapa harus "kementerian"? "Di dunia maya, pemilihan nama harus mengena. Kementerian sebagai institusi pemerintah, ada menteri, visi dan misi, produk, dan yang terpenting asetnya yakni para pengikut," ujar Wadit. Memang, kementerian yang satu ini tak terdaftar 'resmi' di Pemerintahan Indonesia, maka tagline "belum/tidak disahkan oleh Presiden RI kita" tertera di ruang kantor KDRI.
Wadit lalu mulai mengunduh logo berbagai institusi pemerintah yang ia desain ulang agar lebih atraktif dan tak kaku. Respons positif pun mengalir dari pembaca blog. "Banyak yang berbagi karya desain. Banyak logo institusi didesain ulang agar lebih catchy dan gaul. Begitu juga desain 'berbau' Indonesia lainnya," ujar ayah satu anak ini.
Tak cuma itu, banyak institusi tadi yang akhirnya menggunakan logo atau minta dibuatkan desain tertentu. Misalnya dari ASEAN, Kedubes RI, dan Kemkominfo. "Sebetulnya mendesain ulang bukan berarti harus dipakai. Saya hanya ingin mengedepankan semangat nasionalisme tapi lebih modern, humanis, dan mengedukasi masyarakat."
Karena identik dengan seni pop art yang eksklusif, tak heran KDRI digandrungi anak muda. Informasi tentang KDRI semakin menyebar karena blog Wadit diakses tak hanya di Indonesia, tapi juga negara-negara lain. Untuk menyatukannya dibuatlah sebutan khusus bagi mereka, Gembolers. "Nama menteri desainnya Mas Gembol. Saya sendiri hanya juru bicara, karena menterinya karakter kartun. Jumlah aktivis Gembolers kini mencapai 15 ribu di Facebook dan Twitter."
Untuk mendukung kampanye dan gerakan Gembolers, perlu biaya operasional yang tak mungkin bergantung pada donatur. "Salah satu bentuk kampanye dilakukan lewat kaos. Terbentuklah distro KDRI pada 2008," ujar Wadit yang juga pendiri HelloMotion Academy. Kaos tadi tak hanya dijual di internet, tapi juga dipajang di distro KDRI, di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.
Melalui kaosnya, Wadit mengkritisi isu sosial yang sedang hangat di masyarakat. Misalnya, kampanye cinta Indonesia, branding PSSI, hingga penggalangan koin untuk Prita yang desainnya digunakan dalam poster Konser Koin untuk Keadilan. Yang terbaru, desain peringatan HUT RI 17 Agustus mendatang.
Wadit juga rutin menggelar lomba desain kaos di blog KDRI. Gembolers bebas mengirim karya desainnya. Desain yang terpilih dipajang di blog untuk di-vote layak atau tidak diproduksi jadi kaos. Pemenangnya dapat uang tunai 500 ribu dan 10 persen royalti dari nilai penjualan kaos.
Hingga kini, distro KDRI memiliki tujuh cabang di Indonesia. Kaosnya untuk dewasa dan anak dengan bahan cotton combed 20 S. Dengan 3-4 desain baru per bulan dan harga Rp 50-110 ribu, Wadit menjanjikan kualitas premium pada produk kaos KDRI. Tak heran 800-1200 kaos terjual di ke-7 cabang tiap bulannya. Konsumennya pun beragam, "Ada orang Indonesia dan dari luar negeri. Pokoknya mereka yang cinta Indonesia dan ingin tampil gaya." Uniknya, mereka yang memakai kaos KDRI menunjukkan kebanggaan dengan sukarela berfoto dan mengirimkannya pada Wadit. "Ada yang pakai kaos berlogo burung garuda di puncak Gunung Merbabu, kaos Love NKRI di Piramida Mesir, bahkan ke atas Menara Eiffel. Tempat-tempat di seluruh dunia. Begitulah cara mereka menularkan virus gerakan nasionalisme."
Gerakan KDRI tak berhenti di blog desain dan kaos saja, tapi juga film animasi dan komik. Tokoh utama komik perdana berjudul Mas Gembol: Pejabat Bukan Penjahat ini, tentu saja Mas Gembol sendiri. Sedangkan ide ceritanya seputar problem kehidupan sehari-hari hingga persoalan negara, dikirim Gembolers untuk diadaptasi menjadi komik. Ada juga film pendek animasi yang sifatnya mendoktrin agar manusia Indonesia makin berkualitas. "Soal kampanye, kami ingin tetap aktif. Inginnya dari komik bisa diadaptasi ke film animasi dan kaos agar gerakan ini makin meluas," imbuh Wadit.