Kuliner Unik dari Gresik Populer karena Keunggulan Rasa (1)

By nova.id, Sabtu, 30 Juli 2011 | 23:45 WIB
Kuliner Unik dari Gresik Populer karena Keunggulan Rasa 1 (nova.id)

Kuliner Unik dari Gresik Populer karena Keunggulan Rasa 1 (nova.id)
Kuliner Unik dari Gresik Populer karena Keunggulan Rasa 1 (nova.id)
Kuliner Unik dari Gresik Populer karena Keunggulan Rasa 1 (nova.id)

"Makanan khas yang mirip wajik ini merupakan oleh-oleh khas Gresik. Banyak dibeli ketika memasuki musim berhaji dan Lebaran. (Foto: Gandhi Wasono M) "

KUE PUDAK

Gresik juga memiliki kudapan yang khas dan terkenal sebagai oleh-oleh, yaitu kue pudak. Kue ini mirip makanan yang biasa disebut dodol atau wajik. Selain rasanya yang legit dan gurih, bentuk kemasan kue pudak juga tidak kalah unik. Kue yang bahan dasarnya terbuat dari tepung beras, santan serta gula putih itu dikemas di dalam pelepah pohon pinang yang dijahit pingirnya. Bentuk kue pudak berupa setengah oval seukuran kepalan tangan orang dewasa. "Pelepah pohon pinang itu memberi aroma khas, mirip aroma kulit jagung pada kuenya. Itu salah satu yang membuat rasa kue pudak semakin enak," kata Suharsih (54) pembuat kue pudak Cap Kuda.

Pelepah pinang memiliki kelebihan dibandingkan pelepah tanaman lain. Selain lentur, lembaran pelepah pinang di lapisan dalamnya menyerupai lapisan plastik yang secara alami dapat mengatur suhu kue pudak. Ketika dimasuki adonan kue pudak yang masih panas, kue akan segera kering karena lapisan yang mirip plastik itu memiliki pori-pori sehingga mempercepat proses penguapan. "Kita pernah mencoba menggunakan pelepah pisang, tapi tidak berhasil. Karena pelepah pisang akan membuat kue pudak jadi pecah setelah kering," papar ibu seorang anak itu.

Hanya saja, pelepah pinang yang dipasok dari Jember itu agak sulit dicari bila memasuki musim penghujan. Sebab pohon pinang batangnya licing sehingga sulit untuk dipanjat. Kelemahan lainnya, tidak boleh menyimpan terlalu lama sebab dikhawatirkan akan mudah berjamur. "Makanya, bila musim penghujan datang, harga kue pudak jadi sedikit agak mahal," jelas Suharsih lagi.

Soal rasa, kue pudak ini juga mengalama sedikit perubahan karena proses memasaknya menggunakan gas elpiji. Dulu, ujar Sunarsih, memasaknya menggunakan kayu bakar sehingga meninggalkan aroma yang khas. "Sejak sebulan lalu, kami terpaksa menganti pakai bahan bakar elpiji, soalnya kayu bakau atau mangrove yang biasa digunakan untuk memasak, kan, sudah dilarang diambil karena dibudidayakan untuk penyelamat pantai," imbuhnya.

Wanita yang dulu pernah menjadi sekretaris di sebuah perusahaan ini mengaku tak tahu persis sejarah awal kue pudak. Tetapi, dahulu neneknya, Ny. Tjio, memulai merintis usaha pembuatan kue pudak sejak 1950. Kala itu, ibunya yang warga keturunan Tionghoa itu tak punya penghasilan, lalu oleh kerabatnya diajari membuat kue pudak. Itulah kisah cikal bakal keluarganya memproduksi kue pudak, yang bertempat di Jl. Satsuit Tubun, Gresik.

Setelah sang nenek meninggal dunia, usaha kue pudak ini kemudian dilanjutkan oleh ibunya, Hariyati. Baru pada tahun 2005, usaha itu dikelola oleh Suharsih. "Tapi sebenarnya saya sudah ikut mengelola sejak 1987 lalu. Resminya baru tahun 2005," papar Suharsih.

Setiap harinya, Suharsih bisa menghabiskan sekitar tiga puluh ikat kue pudak, yang masing-masing ikat berisi 10 kue pudak. Semakin ramai pembelinya, ketika tiba musim haji atau Lebaran. Jumlahnya bisa tak terhingga karena membuatnya sesuai pesanan. "Kue pudak itu tidak bisa di stok, soalnya hanya bisa bertahan sekitar 2-3 hari saja. Kecuali bila dimasukkan ke dalam kulkas. Soalnya saya bikinnya sama sekali tidak pakai bahan pengawet," ungkap Suharsih, yang setiap ikat kue pudaknya dijual seharga Rp 25 ribu.

Gandhi Wasono M / bersambung