Lain lagi penjelasan KGPH Benowo, Wakil Pengageng Museum dan Pariwisata Surakarta. Katanya, sudah jadi rahasia umum para penerima gelar pasti membayar. Istilahnya, sumbangan sukarela. "Sinuhun memang menugaskan seseorang di Jakarta untuk mencari orang yang pantas diberi gelar. Rekomendasi itu lalu diberitahukan kepada Sinuhun," ungkapnya. Namun, "Bukan berupa EO seperti yang ramai diberitakan. Orang itu ditunjuk khusus atas perintah Sinuhun."
Besarnya sumbangan sukarela itu, kata Benowo, tergantung tinggi-rendahnya gelar yang berjumlah 12 tingkat itu. Makin tinggi tingkatnya, tentunya makin mahal. Untuk tingkat terendah, umumnya penerima gelar menyumbang hingga Rp 300 ribu. "Tapi tergantung dari lobi juga soal besar-kecilnya sumbangan. Yang pasti, semua bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kelangsungan hidup keraton yang memerlukan dana tak sedikit. Baik untuk perawatan sehari-hari maupun biaya upacara yang secara rutin diadakan."
Ia memberi gambaran, untuk biaya listrik per bulan saja, berkisar Rp 10-30 juta. Selain itu, masih ada pengeluaran untuk sesaji yang ditaruh setiap hari di tiap sudut Keraton, "Seminggu bisa menghabiskan Rp 1,5 juta." Padahal, sumbangan dari Pemerintah sangat jauh dari mencukupi. "Makanya keraton defisit terus," keluhnya.
Ade Ryani / bersambung