Total jumlah karyawan kami di bagian distribusi ada 70 orang, sedangkan di pabrik pisang ada 80 orang. Tapi, menjelang Lebaran bisa mencapai 100 orang lebih karena butuh tenaga tambahan. Mereka kebanyakan masih muda dan lulusan SMU. Bagi yang berasal dari luar kota, kami sediakan mess khusus.
Terhadap anak-anak, sebutanku kepada karyawan, kami tabu untuk menanyakan, sudah berhasil menjual berapa banyak produk dalam sehari. Bagi kami, proses mereka melayani pelanggan lebih penting. Mereka harus sopan, cepat, dan efisien. Jika ada target penjualan, bisa-bisa proses kerja malah terabaikan dan asal-asalan.
Nah, April 2011 lalu ada pameran makanan Indonesia di Malaysia dan Mekarsari diikutkan oleh Menteri Koperasi. Meski mendadak dan kurang persiapan, responsnya cukup baik. Pengunjung heran mencicipi keripik pisang yang ditawarkan dalam aneka rasa. Niatnya, suatu saat produk ini akan masuk ke pasar premium seperti supermarket, sehingga kemasan harus dipoles agar bernilai lebih tinggi.
Kadang bila ada acara-acara tertentu, kami bekerjasama menyediakan goodie bag berisi camilan. Mengikuti perkembangan zaman, kami juga menjual produk Mekarsari secara online melalui internet. Meski usahaku telah berjalan 10 tahun lebih, baru tahun terakhir ini aku mau diekspos media. Mungkin secara promosi memang bagus, tapi bagiku ada batasnya juga. Karena kami masih belajar dan terus belajar.
Oh ya, atas keberhasilan usahaku ini, aku sempat ditawari untuk mendaftar sebagai Kartini Jawa Timur pada Hari Kartini lalu. Namun, aku enggan. Aku memang tak terlalu aktif dalam berorganisasi. Paling hanya ikut IWAPI (Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia) setengah tahun yang lalu. Selebihnya memilih fokus pada bisnis Mekarsari. Jika berharap sebuah penghargaan, takut nantinya mengurangi esensi proses belajar ini sendiri. Terlebih aku sering bertemu masyarakat di desa yang menjadi pelaku UKM. Hatiku kerap trenyuh untuk belajar memahami makna hidup yang sesungguhnya. Mereka masih kuat bekerja meski usianya sudah senja.
Karena pekerjaan pula, mau tak mau aku dan suami sering berpergian. Hobi traveling ini akhirnya tersalurkan menjadi usaha baru yang terpikir sejak awal tahun ini. Pada April 2011, kami kemudian meresmikan Mekarsari Tour and Travel yang letaknya tak jauh dari Roemah Snack Mekarsari. Dengan menjalin rekanan dari maskapai penerbangan dan pengalamanku sebagai lulusan sekolah perhotelan, aku berniat baik untuk bisnis yang masih berusia belia ini. Meski idenya spontan, inilah bentuk inovasi kami.
Sebagai suami istri yang mengawali usaha ini dari nol, kami berbagi tugas dan saling mengisi. Untungnya, suamiku sangat mendukung dan tak pernah membatasi keinginanku untuk terus berkembang. Kami terlibat dalam kegiatan apapun bersama. Waktu kerja kami sangat fleksibel. Batasan waktu tak pernah ada karena aku harus stand by 24 jam, khawatir karyawan di bagian distribusi ada masalah ketika di jalan atau pada proses pengiriman.
Soal anak, meski kami orangtuanya sibuk, sepasang anak kami yang masih SD, Nabil Hilmi Dafa (10) dan Keiko Hana Sheka (7) telah terbiasa. Jika harus keluar kota, kami memantau kegiatan dan perkembangan mereka melalui telepon dan Blackberry Messenger (BBM). Karena itu, setiap kembali ke Sidoarjo dan liburan, waktu kami sepenuhnya untuk anak-anak.
Transaksi dan segala hal terkait manajemen bisnis, kini dibantu oleh adik yang memang berdomisili di beberapa cabang Mekarsari. Bila sudah berjalan begini, rasanya kami jadi pengangguran. Ha ha ha.. Ada, sih, yang menawarkan waralaba atau franchise Roemah Snack Mekarsari. Tapi kami tak mau. Tanpa bermaksud sombong, kami percaya, rezeki sudah ada yang mengatur. Kami berdua berangkat dari keluarga sederhana, kerja keras sudah jadi hal biasa. Snack tradisional terangkat dan diterima di pasar modern adalah salah satu dari impian kami yang sudah terwujud.
Target ke depan, kami akan memasarkan pisang aneka rasa lebih luas lagi. Syukur-syukur bisa merambah Jakarta. Kendala di sana belum optimal karena hambatan pengiriman, armada transportasi, dan waktu. Prinsip usaha dan hidupku, inginnya terus mengalir, tapi tetap mengamati dengan seksama arah alirannya ke mana. Artinya, kesempatan itu tidak datang dua kali. Segala sesuatu yang dimulai dari nol dan berjalan apa adanya lebih menyenangkan untuk dinikmati. Begitu pun proses dari kegagalan menuju keberhasilan. Sehingga nantinya, akan ada cerita untuk anak-cucu dari proses ini.
Ade Ryani