Seusai peristiwa nahas itu, kediaman Abdul Rochim (57) diselimuti duka mendalam. Putrinya, Nurul Wijayanti (18), menjadi salah satu korban perahu maut. Jenazah siswi SMKN I Bojonegoro itu ditemukan Selasa (3/5) sore di Desa Ledok Kulon, sekitar 3 km dari lokasi kejadian.
Baik Rochim maupun istinya, Sumiasih (45), tampak tegar menerima takdir yang Kuasa, tak ada tangis maupun rintihan kepedihan sepeninggal anak gadisnya yang mendadak itu. "Kami ikhlas, ini sudah jadi takdir Allah. Siapapun tak akan bisa menolaknya. Kita semua bakal mati, jadi tak usah terlalu disesali," tutur Rochim.
Kendati demikian, Rochim tetap tak menduga anak gadisnya yang dikenal baik dan santun itu akan pergi secepat itu. Tak ada firasat apapun yang ia rasakan. Pagi itu, seperti biasa Nurul berangkat naik sepeda menuju tambangan (tepi sungai untuk naik perahu, Red.). Sementara Rochim ke ladang.
Belum lama berladang, tiba-tiba ia mendapat kabar ada perahu terbalik. Seketika itu juga ia langsung berlari menuju arah tambangan. Ia ingin tahu, apakah Nurul ikut naik perahu nahas itu. Perasaannya langsung ciut, setelah tahu Nurul salah satu yang hanyut.
Menyadari anaknya ikut jadi korban, Rochim nekat menceburkan diri ke sungai hingga ke tengah. Namun, begitu tahu arusnya deras, ia pun terpaksa menepi. "Anak saya pasti hanyut karena enggak bisa berenang," kata ayah lima anak dari dua perkawinannya.
Sementara sang istri, Sumiasih, mengaku merasakan hal aneh pada Nurul malam sebelum kejadian. "Minggu malam, saya lihat Nurul makan kacang tanah. Padahal, selama ini dia kurang suka kacang. Saya sempat tanya, kenapa makan kacang. Nurul menjawab, "Ya Bu, besok saya sudah enggak makan lagi, kok." "
Menurut Sumiasih, Nurul merupakan anak yang baik dan salehah. Rutinitasnya, pagi ke sekolah, pulangnya langsung ke rumah, sorenya belajar dan mengaji. "Karena dia meninggal dalam perjalanan untuk menuntut ilmu, insya Allah anak saya termasuk mati syahid," timpal Rochim.
Gandhi Wasono M / bersambung