Ketika itu, masalah kembali menggunung. Selain persoalan Bintang, pada saat yang bersamaan suami di PHK dari perusahaannya. Begitu banyaknya pikiranberkecamuk di dalam kepalaku, sepulang dari kantor ku mengalami kecelakaan. Untung tidak fatal, tapi kaki kanan kiriku luka akibat terjatuh dari motor.
Sejak itu, aku semakin tak mampu lagi menahan beban pikiran. Di kantor aku menangis, sehingga aku tak bisa lagi menututpi persoalan di hadapan teman-teman kerjaku. Beruntung sekali, teman-teman mendukungku. Mereka justru menyalahkan aku, mengapa beban itu tak diceritakan sejak dulu.
Selanjutnya, mulailah aku mendapat informasi, adanya toko yang menjual peralatan alat bantu dengar. Tetapi, harganya selangit, yaitu Rp 23 juta. Uang sebesar itu bukan lah jumlah yang sedikti bagi kami. Demi Bintang dan atas keikhlasan orangtua dan sauadara-saudara kami, rumah ibu peninggalan mendiang ayah di Buduran, Sidoarjo yang kami tinggali bersama-sama, akhirnya kujual. Hasilnya, setelah untuk membayar hutang yang selama ini untuk membiayai pengobatan Bintang, kami belikan alat bantu dengar.
Sejak itu, kami tinggal di rumah cicilan yang memang sebelumnya sudah aku ambil. Sayangnya, alat bantu dengar itu tak bisa bekerja maksimal setelah dipakai Bintang. Tak banyak perubahan berarti yang terjadi pada diri Bintang. Bahkan, semakin besar, tingkah Bintang semakin sulit diatur. Karena ia tak bisa mendengar perintah, sehingga sikapnya cenderung liar.
Kemudian, pihak penjual alat bantu dengar menyarankan untuk memasang alat dengar secara implant. Yaitu sebuah alat yang ditanam dalam tempurung kepala Bintang untuk mengantikan fungsi telinga. Lagi-lagi biayanya tak main-main. Pemasangan alat beserta operasinya memerlukan biaya Rp 200 juta!
Rasanya pening aku mendengar harga yang ditawarkan. Mana mungkin, aku punya uang sebesar itu, sementara untuk makan saja pas-pasan. Beruntung, teman-temanku di kantor mendukung. Mereka memintaku membuat surat permohonan kepada siapa saja. Baik ke media massa, artis, manajer artis sampai berbagai peruasahaan. Dan syukur alhamdulillah, lama kelamaan ada saja yang mengirimi uang ke rekeningku. Sebenarnya, aku sudah berusaha minta kebijkasanaan mengagunkan rumah cicilan yang aku tempati itu ke bank, tapi ditolak.
Alhamdulillah, Tuhan mendengar keluhanku. Lama kelamaan, ada bantuan khusus yang akhirnya bisa terkumpul untuk biaya pemasangan implan tersebut. Desember 2010 lalu adalah saat yang mendebarkan. Bintang, akhirnya dioperasi di RS Dr. Soetomo oleh dr. Haris dan dr. Titik. Aku masih ingat sekali, Bintang mengusap air mataku sebelum ia masuk kamar operasi. Ia sepertinya mengerti isi pikiranku.
Sepanjang dioperasi, perasaan berdebar kembalai menggelayut. Aku berharap, jangan sampai operasi ini gagal. Karena, perjuanganku rasanya sudah mentok.
Aku bersyukur sekali, setelah operasi pemasangan itu selesai, alat itu bisa berfungsi dengan baik. Bintang, bisa merespons apa yang ia dengar. Namun, perjaunganku belum selesai. Aku harus aktif mengantarkan Bintang untuk diterapi bicara. Karena selama ini ia, kan, tak pernah mendengar ucapan orang, sehingga perlau latihan khusus untuk mengajarinya.
Akan tetepi, semenjak ia memakai alat implant, sudah sangat jauh sekali perbedaannya. Bintang sekarang tidak bersikap liar lagi. Ia bahkan sudah mengerti dan bisa menirukan ucapanku. Kini, ia tak pernah berhenti mengelayut dan menciumiku setiap aku pulang dari bekerja.
Sungguh, kebahagiaan itu menghapus rasa lelah yang kualami selama ini. Semoga, dengan segala keterbatasan ini Bintang bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi sesamanya di kemudian.
Gandhi Wasono M.