Perjuangan Nanis Mencari Kesembuhan Sang Buah Hati (1)

By nova.id, Rabu, 27 April 2011 | 17:06 WIB
Perjuangan Nanis Mencari Kesembuhan Sang Buah Hati 1 (nova.id)

Perjuangan Nanis Mencari Kesembuhan Sang Buah Hati 1 (nova.id)
Perjuangan Nanis Mencari Kesembuhan Sang Buah Hati 1 (nova.id)

"Foto: Gandhi Wasono M "

Mulai Curiga

Namun, sekitar usia 1 tahun lebih, aku mulai curiga bila ada masalah dengan pendengaran Bintang. Tak seperti balita lainnya, jika dipanggil atau didengarkan suara tertentu pasti akan memberi respons. Tak demikian dengan Bintang. Meski disebut-sebut namanya di samping telingannya, sama sekali tak ada respons. Jujur saja, sebagai ibu, aku tak siap menerima kenyataan bila Bintang tuli. Sehingga, perasaan itu tak pernah aku ungkap kepada siapa pun, kecuali ke keluarga di rumah. Aku menghibur batinku sendiri bahwa Bintang baik-baik saja. Padahal, sejatinya itu hanya hiburan semu untuk menenangkan diri sendiri.

Gelagat bahwa Bintang tumbuh tak normal semakin hari semakin kentara. Ketika ia sudah mulai berjalan, gerakannya terlihat agresif. Bila sudah berjalan, meski diteriaki sekeras mungkin, sama sekali tak ada respons. Karena itu, kami yang ada di rumah sama sekali tak bisa meninggalkan Bintang sendirian.

Saat Bintang berusia dua tahun, aku terpaksa memberanikan diri membawa Bintang ke rumah sakit. Sebenarnya aku tak siap mental untuk menerima kenyataan. Tapi ada satu keadaan yang benar-benar membuatku harus melakukannya. Ketika aku di kantor, di sebuah perusahaan advertising, menurut ibuku, Mujayana (59), yang menunggui Bintang di rumah, siang itu tengah hujan lebat. Bintang bersama teman-teman sebanyanya saat itu sedang bermain-main di teras rumah. Saat itu, tiba-tiba petir menyambar dengan suara amat keras.

Yang membuat ibuku heran, semua anak-anak sebayannya langsung menangsi ketakutan dan berlari ke dalam rumah. Tapi, Bintang sama sekali tak berekspresi. Ia cuek saja, seolah tak mendengar apapun. Sepulang kerja, aku diceritakan oleh ibuku peristiwa itu. Aku menangis mendengarnya. Aku jadi semakin yakin, pasti ada masalah dengan pendengaran Bintang.

Atas saran ibu dan setelah berembuk dengan suami, keesokan harinya aku membawa Bintang ke RS Dr. Soetomo, untuk diperiksa telinganya. Aku masih ingat sekali, sebelum diperiksa, hati ini rasannya deg-degan. Aku berharap, hasil pemeriksaan itu baik-baik saja.

Saat Bintang diperiksa dengan berbagai alat yang ditempelkan di kepalanya, rasannya kaki ini lemas dan sulit bergerak. Sementara suami yang ada di sebelahku, juga diam terpaku tanpa bisa berkata apa-apa.Ternyata, apa yang menjadi ketakutanku selama ini menjadi kenyataan. Setelah dilakukan pemeriksaan beberapa saat, dokter memanggil kami dan menyampaikan, memang benar Bintang mengalami gangguan pendengaran.

Pendengaran sebelah kanan mengalami gangguan 90 persen dan sebelah kiri mengalami gangguan 80 persen. Dengan sendirinya, jika Bintang tak bisa mendengar, tentu kelak ia tak akan bisa bicara. Sebab, ia tak akan pernah bisa mendengar apa pun dari dunia di sekitarnya. Ucapan dokter itu bagaikan kiamat buatku. Langit ini seolah mau runtuh menimpa diriku.

Untung saja aku tak pingsan di tempat. Sepulang dari rumah sakit, di sepanjang perjalanan boncengan motor dengan suami, aku hanya bisa menangis sambil memeluk tubuh Bintang. Isi kepalaku diselimuti ribuan pikiran macam-macam.

Gandhi Wasono M / bersambung