Sebelum ditampung di Pasar Klithikan Kuncen, semula para pedagang di sana adalah para pedagang kaki lima yang tersebar di tiga lokasi yang berbeda dan ilegal. Yakni di Alun-Alun Selatan, Jalan Mangkubumi, dan Asem Gede (Pasar Kranggan). Jumlahnya mencapai 718 pedagang. Rata-rata, para pedagang itu menjual dan membeli onderdil bekas. Mulai dari sekrup sepeda, kipas angin, hingga setrika dan barang pecah belah bekas. Karena itu, dinamakan barang klithikan. Seperti bunyinya, terdengar klithak-klithik.
Di tiga lokasi jualan lama tadi, setiap malam ramai dikunjungi pembeli, bahkan sering kali membuat jalanan menjadi macet setiap Sabtu malam. Karena itulah pemerintah setempat lalu membuatkan tempat permanen bernama Pasar Klithikan Kuncen.
Meski namanya pasar klithikan, barang jualan mereka sekarang ini tak hanya barang bekas. Melainkan ada pedagang pakaian, sepatu, alat musik, bahkan penjahit celana dan baju. Itu sebabnya, Yanti, tak sungkan ikut berdagang di Pasar Klithikan Kuncen. Yanti menjual radio dan tape recorder bekas.
"Belinya, sih, murah. Kalau mau djual lagi, diperbaiki dulu. Begitu dijual lagi, harganya bisa naik. Tapi, ada juga yang beli salon (radio) bekas, enggak pakai diperbaiki sudah ada yang menawar," ucapnya.
Sebelum berjualan di Pasar klithikan, Yanti sudah berjualan di Jalan Mangkubumi dan mengaku nyaman saja kendati pembelinya kebanyakan kaum pria. "Jualan seperti ini, kan, karena kepepet saja. Dulu, saya pernah buka dealer sepeda motor, tapi enggak jalan. Malah rezeki saya di sini,'' tambahnya.