Niar mengaku tak mau asal beli lensa kontak. "Saya pilih berdasarkan merek. Kalau yang jelek, harganya memang murah, ada yang Rp 65 ribu-75 ribu, lengkap dengan cairan pembersihnya. Tapi, pandangan jadi buram dan barangnya lembek. Yang saya pakai harganya Rp 85 ribu, beli dari teman yang kerja di toko optik. Kebetulan ada promo, beli 1 gratis 1," paparnya.
Apakah ia tahu bahayanya bila asal memakai lensa kontak? Niar menjawab tidak. "Saya memang pernah dikasih tahu teman untuk tidak tiap hari pakai lensa kontak, karena bisa iritasi. Orang tua juga pernah menasihati. Tapi saya belum tahu efek sampingnya, jadi belum kapok," ujar Niar yang sebetulnya dilarang pacarnya pakai lensa kontak. "Dia pengin lihat saya tanpa lensa kontak. Tapi tetap saya pakai. Sekarang, adik saya yang duduk di kelas 2 SMP, sudah ikut pakai."
Lain Niar, lain pula Tara (23). Mahasiswi semester 7 Jurusan Ekonomi Manajemen Universitas Diponegoro Semarang ini memakai lensa kontak lantaran kedua matanya memang minus. Namun, ia malas pakai kacamata. Selain repot, tulang hidungnya sering pegal setelah 2 tahun berkacamata, sejak ia masih SMA. Lensa kontak jadi pilihan, yang sudah ia pakai selama 1-2 tahun. "Lalu saya berhenti pakai lensa kontak dan beralih ke terapi minum jus wortel. Minus di mata berkurang. Tapi, karena saya sering baca sambil tiduran, minusnya bertambah lagi," ujar Tara.