Berperan sebagai vampir dalam sinetron Ganteng-Ganteng Srigala (GGS) melambungkan nama Aliando (17). Menyelami karakter Digo, Ali berhasil mencuri perhatian banyak remaja putri. "Alhamdulillah, karakter Digo mungkin dipandang tidak biasa, jadi saya bersyukur sekali mendapat peran tersebut," ujarnya merendah.
Ali bercerita saat dirinya masih di bangku SMP, ia tak patah arang ikut kasting sana-sini untuk berbagai iklan dan sinetron. "Saya sadar tidak ada sesuatu yang jatuh dari langit. Sebab dulu saya pikir kalau rajin salat dan berdoa nanti akan datang uang. Ternyata, selain itu kita juga harus berikhtiar dan kerja keras," ujarnya lebih jauh.
Awal mula terjun ke dunia hiburan Ali mengaku tak lepas dari bantuan keluarga. Satu per satu tawaran pun menghampirinya. Karenanya, remaja kelahiran 26 Oktober 1996 ini mensyukuri tiap peran dan karakter yang sedang dijalaninya. Prinsipnya adalah pantang menolak dan tak boleh lupa diri.
Seperti yang terlihat Selasa (17/6) malam lalu. Ali mendapat giliran syuting dengan adegan di tengah hutan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, syuting dilakukan pada pukul 02.00 pagi. Namun, dengan wajah segar dan ramah, di sela-sela break syuting Ali tetap meladeni permintaan awak media yang ingin mewawancarainya.
Meskipun mengaku belum tidur beberapa hari, Ali berusaha tetap profesional. Sikap dan pemikiran ini terbilang dewasa mengingat usianya yang baru menginjak 17 tahun. "Saya harus bersemangat dan optimis, apalagi saya masih muda. Bukan itu saja, kalau fans saya saja bersemangat datang dari jauh-jauh untuk bertemu, masak saya tidak bersemangat seperti mereka. Jujur, mereka itu penyemangat saya, lo," jelasnya.
Ucapan Ali memang bukan pemanis belaka. Hingga dini hari, para fans yang terdiri dari remaja putri, rela datang jauh-jauh dan menunggui Ali di lokasi syuting.
Berhenti Sekolah
Keinginan Ali untuk fokus berkarier juga tak main-main. Selain berakting di GGS, ada satu judul film layar lebar di mana ia didapuk sebagai pemainnya. Untuk itu, pria keturunan Arab ini rela berhenti sekolah dari SMA Martia Bhakti Bekasi. Ali keluar di bangku kelas dua. "Jujur saya berhenti sekolah karena kesempatan tidak datang dua kali. Saya minta izin dari sekolah bahwa saya ingin berkarier dulu. Belum tahu apakah nanti akan home schooling atau bagaimana, yang pasti saya keluar sekolah baik-baik," paparnya.
Agaknya Ali sadar, sebagai anak lelaki dia bertanggung jawab akan ibu dan kakaknya. Maklum, sejak kecil, Ali sudah merasakan beratnya hidup. Kedua orangtuanya berpisah ketika Ali masih kecil. Setelah ibunya menikah lagi, ayah kandung Ali meninggal dunia saat usianya baru 9 tahun. "Karena itu, saya ingin membahagiakan keluarga. Saya sadar, usia 17 tahun adalah masa yang rentan akan nafsu besar. Untuk itu, saya mengimbanginya dengan doa, salat, zakat, dan membantu sesama. Insya Allah, saya bisa tetap tawadu dan tidak sombong," tegasnya.
Nafsu besar itu, kata Ali, terkadang bukan hanya nafsu dalam hal jasmani, tapi juga materi. Gaya hidup anak muda yang hedonis, menurutnya tak akan pernah terpuaskan. "Karena itu, setiap menerima rezeki, harus segera dicuci dengan zakat, lalu ditabung. Kalau berinvestasi, saran dari kakek saya, sih, investasi dalam bentuk tanah dan emas. Karena kalau beli kendaraan itu tidak akan pernah puas, kecuali kendaraan yang memang diperlukan untuk menunjang pekerjaan."
Berjiwa Sosial
Meskipun masih muda, Ali memilki pemikiran yang jauh ke depan. Jiwa sosialnya juga tinggi. Pernah, karena merasa prihatin pada suatu daerah di Karawang, Jawa Barat, Ali berinisiatif membangun masjid di sana. "Ceritanya, suatu hari saya sekeluarga mau salat di sana. Ternyata masjidnya sangat jauh dan terpencil. Alhamdulillah, saya ada rezeki. Lalu kakek dan om berembuk. Kami semua lalu sepakat membangun sebuah masjid di situ. Mudah-mudahan di bulan Ramadan sudah jadi dan bisa digunakan masyarakat sekitar untuk menunaikan ibadah," harapnya.
Memang, sejak kedua orangtuanya tak lagi bersama, Ali dan kakaknya tinggal bersama kakek dan neneknya. Ibunya sibuk bekerja. Sementara Ali tumbuh dalam lingkungan keluarga yang religius. Meski demikian, jiwa seni Ali tetap tersalurkan. Semasa kecil, ia mampu menguasai berbagai alat musik. Bahkan, sempat menyabet prestasi sebagai drummer terbaik di sebuah ajang Festival Band.
Kini, di tengah banyaknya peluang rezeki yang ada, Ali ingin menghidupkan kembali grup band yang ia bentuk semasa SMP. "Dulu nama grup bandnya Huru Hara Band. Sekarang, saya sedang coba nge-band lagi dengan nama Aliandonesia Band," tukasnya.
Selain itu, Ali juga punya kemampuan menjadi produser dan pencipta lagu. Hal tersebut ia dapatkan secara otodidak. Ceritanya, suatu hari Ali ingin menggubah sebuah lagu sesuai genre yang dimainkan grup bandnya. Dari hasil utak-atik berbagai alat musik dan notasi, akhirnya Ali bisa menghasilkan aransemen baru.
Berbicara tentang bulan suci Ramadan yang akan datang, Ali mengaku sudah tak sabar. Dengan semangat ia mengaku selalu menantikan bulan penuh berkah dan ampunan itu. "Alhamdulilah, saya tidak pernah bolong puasa sejak SMP. Kesadaran itu muncul meski mulai sibuk syuting untuk beberapa sinetron dan FTV," jelasnya.
Selain berkaitan dengan ibadah, Ali juga tak sabar ingin kembali mencicipi beragam jajanan kuliner yang biasa disantapnya usai salat tarawih. "Aku dan teman-teman juga saudara sepupu senang jajan martabak, risol, dan kolak biji salak yang jarang ditemui kalau bukan bulan puasa," ungkapnya sambil tertawa.
Erni Koesworini