Kegiatan yang dilakukan Rio, kata Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Mia Sutanto, pernah didengarnya. "Sebaiknya, sih, jual-beli ASI tidak dilakukan karena dikhawatirkan akan terjadi ekses. Soal donor saja, saat ini malah ada ibu yang merasa tak perlu susah-susah menyusui karena beranggapan bisa minta dari pendonor. Apalagi ini, diperjualbelikan," ujar Mia.
Donor ASI, lanjutnya, masih jadi hal yang mengundang pro-kontra. Hal ini disadari AIMI. Namun, AIMI punya dasar prinsip dalam memfasilitasi donor ASI ini. Sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO), kata Mia, yang paling ideal memang bayi menyusu langsung dari ibunya.
Bila tak bisa dilakukan, bayi sebaiknya minum susu perahan dari ibunya sendiri. "Kalau itu juga terpaksa tak bisa dilakukan, bayi bisa minum susu perah dari ibu lain. Bila itu juga tak bisa dilakukan, baru bayi minum susu formula. Jadi, donor ASI lebih dipilih dibanding susu formula," tandas Mia.
AIMI yang beranggotakan para perempuan peduli ASI, merupakan komunitas yang memperbolehkan anggotanya melakukan donor ASI.
Berbeda dengan Rio, AIMI memfasilitasi pendonor dan penerima donor secara gratis. Sistem yang diberlakukan AIMI pun berbeda dari Rio. Soal donor, papar Mia, sebaiknya dikembalikan ke esensi dasar dalam mendonorkan ASI. "Donor, kan, harusnya tanpa pamrih, seperti halnya donor darah, meski dalam agama tertentu, ibu susu (pendonor) boleh dibayar sepantasnya," tuturnya.
Selain tanpa pamrih, yang juga harus diperhatikan dalam donor ASI, lanjut Mia, tidak digunakan sebagai solusi jangka panjang. Bila ibu bayi bermasalah sehingga tak bisa memberikan ASI (dalam pengobatan) atau kondisinya memengaruhi produksi susu, ASI dari pendonor bisa jadi solusi, sambil berkonsultasi ke konselor laktasi.
Di AIMI, lanjut Mia, tak ada pendonor dengan nama anonim karena ia harus mencantumkan data lengkap, antara lain usia, nomor KTP, alamat, nomor kontak, riwayat kesehatan, termasuk apakah merokok dan mengonsumsi alkohol atau tidak, mengidap HIV atau tidak, dan sebagainya. Lalu, formulir itu ditandatangi dan bermaterai. "Kami minta mereka menjawab jujur. Sejauh ini, belum pernah ada masalah."
Untuk mengantisipasi terjadinya ASI bermasalah, AIMI biasanya minta penerima donor melakukan flash heating, yaitu proses pemanasan ASI dalam temperatur tinggi selama beberapa detik. "Ini berguna untuk membunuh bakteri, kuman, bahkan virus HIV/ AIDS," tuturnya. Cara ini, katanya, pertama kali digunakan di Afrika untuk mencegah bayi yang minum ASI tertular HIV/AIDS dari ibunya.
Hasuna Daylailatu / bersambung