Ketika harga cabai melonjak, dokter menyarankan Wenny Panenthe menghindari makanan pedas lantaran ia menderita maag akut. "Jadi, saat harga cabai naik, tak berpengaruh apa-apa," tandas pengusaha cake rumahan yang tinggal di Bandung. Meski demikian, Wenny tetap membeli cabai. Pasalnya, ia tak tega melihat pegawainya "puasa pedas".
"Tapi enggak banyak, kok. Sekarang, paling beli cabai satu ons. Itu sudah untuk beberapa kali bikin sambal," kata wanita yang sebelumnya gemar makanan pedas ini.
Lain halnya dengan Niar Melani. Meski harga cabai melonjak, di meja makannya selalu terhidang sambal. "Kalau enggak, sepertinya ada yang kurang," jelasnya. "Bahkan, makan pisang goreng pun saya pakai cabai rawit, " kata ibu rumah tangga ini diiringi tawa.
Meski mengaku bukan pecinta makanan pedas, toh warga Bogor ini tetap tak bisa lepas dari makanan pedas. Hanya saja, Niar harus pandai bersiasat. "Dulu tiap kali masak, sayur harus dikasih cabai. Sekarang, hanya menyediakan sambal saja. Kalau terpaksa, ya, cukup cabai rawit hijau. Jadi bisa meminimalkan pemakaian cabai merah," paparnya.
Yang agak membantu, di depan saungnya Niar punya beberapa pohon cabai rawit. "Meski buahnya jarang, lumayan bisa membantu," jelas Niar yang beberapa waktu lalu menulis komentarnya di Facebook, sempat membuat oseng-oseng mercon saat harga cabai naik dan mengklaim cabai sebagai lauk termahal saat ini.
Petani Untung?