Tuduhan malpraktik, jelas dibantah dr. SR, SpOG (65). Ia berulangkali menekankan, tindakannya terhadap Fajri sudah sesuai prosedur sebagai dokter kandungan. SR berkisah, 29 September petang, Fajri datang bersama keluarganya dengan keluhan sakit luar biasa. Setelah diperiksa, "Saya lihat ketubannya sudah pecah. Selain itu, posisi bayinya melintang."
Demi menyelamatkan jiwa sang ibu, SR menyampaikan ke keluarga Fajri, operasi Caesar harus segera dilakukan. "Tidak mungkin menunggu lebih lama karena jiwa ibunya terancam," kata ahli kandungan senior yang sudah pensiun dari PNS sejak lima tahun silam itu. "Keluarganya setuju untuk tindakan operasi."
SR mengakui, setelah rahim dibuka, ia mendapati air ketuban dengan jumlah sangat banyak, melebihi batas wajar. Ia langsung menduga, bayi yang ada dalam rahim hampir pasti berukuran kecil. Dalam teori ilmu kebidanan, paparnya, apabila usia kehamilan 7 bulan dengan lingkar perut cukup besar seperti yang dialami Fajri, saat melahirkan jumlah air ketubannya akan sangat banyak (hyaranium).
Artinya, "Ukuran bayi kemungkinan kecil. Tapi jika air ketubannya berjumlah wajar, kemungkinan besar bayinya kembar (gemelli). Ternyata benar, bayi dalam rahim Fadjri memang kecil, beratnya hanya 400 gram dari yang seharusnya 800 gram. Jadi, sesuai teori itu, rasanya tidak mungkin ada lagi bayi di dalamnya," papar SR.
Selain berpatokan kepada kedua teori tadi, ia mengaku, sepintas pun tak melihat ada janin lain yang tersisa dalam rahim Fajri sehingga ia memutuskan segera menutup bekas luka operasi. Namun, lanjutnya, usai operasi, ia agak curiga melihat vagina pasiennya yang bentuknya agak menonjol ke luar. "Seperti ada tekanan dari dalam. Tapi saya memang sengaja tidak menyampaikan ke pasien karena saya tidak mau psikologisnya terganggu. Biar pulih dulu, baru saya periksa lagi apa yang jadi penyebabnya. Toh, masih dirawat di rumah sakit dan dalam pengawasan saya," terangnya.
Belum lagi sempat diperiksa ulang, tiga hari kemudian keluarlah janin kembarannya dari rahim Fajri. "Saat itu saya baru sadar, yang mendorong vagina Fajri adalah janin kembarannya," ungkap SR. Janin kedua ini, lanjutnya, lebih kecil dari bayi sebelumnya. Bobotnya hanya 250 gram.
Usai persalinan itu, lanjut SR, kondisi kesehatan Fajri kembali normal. "Bahkan dia sempat dikontrol lagi. Makanya saya heran, kenapa sekarang melaporkan saya ke polisi? Menurut saya, prosedur yang saya gunakan dalam menangani persalinan, sudah sesuai protap yang ada."
SR juga bingung kenapa dilaporkan, mengingat saat ini kondisi kesehatan Fajri sudah tak bermasalah. "Bagi saya, kesehatan ibu adalah yang utama, sedangkan soal janin itu yang ke sekian," tandas SR.
Di sisi lain, Kepala RS Elizabeth, dr. Abdul Rokhim, menambahkan, pihaknya sudah melakukan pendekatan ke keluarga Fajri agar kasus ini tidak diperpanjang. Entahlah, apakah Fajriah mau menerima permintaan penyelesaian secara kekeluargaan itu.
Gandhi Wasono M.