Ternyata, Ani bukanlah si pemilik toko. "Dia sepupu saya yang sekarang tinggal di Amerika. Saat ibu saya, Sukreni, membuka toko alat-alat kue di kawasan Senen (kini menjadi bangunan Atrium Senen, Red.) sekitar 1973-an, Ani lahir. Karena toko kami belum punya nama, ibu langsung menamai Toko Ani," jelas Virginia Laksana. Anehnya, para pelanggan tokonya kini banyak yang menyapa Virgin dengan sebutan Ibu Ani.
Menurut Alumnus Universitas Tarumanegara ini, pada 1988 ia mulai terjun menjalankan Toko Ani. "Ibu saya meninggal muda. Jadi saya kuliah sambil ngurus toko hingga kemudian jadi arsitek. Ternyata tidak mudah konsentrasi di dua bisnis. Akhirnya saya memutuskan membesarkan toko. Saat itu saya hanya menjual alat dan asesoris cake saja. Bahannya cuma buat sampingan."
Ketika toko di Senen terkena gusuran, Toko Ani kemudan pindah ke Jalan Gunung Sahari I. Di sinilah Virginia mengembangkan toko seperti sekarang ini. "Kira-kira tahun '90-an, kami sudah mendemokan alat-alat yang kami jual untuk pelanggan. Pada perkembangannya, banyak sponsor produk bahan kue yang juga ingin demo di toko kami. Ternyata pelanggan suka. Akhirnya kami menyelenggarakan kursus membuat cake sampai sekarang."
Siapa peserta kursusnya? "Ada yang pemula, ada pula yang sudah mahir bikin cake dan menghiasnya secara sederhana. Kebetulan, kami punya kerabat pengusaha cake, Pak Heru. Dia yang mengajar menghias cake."
Sejauh ini, Toko Ani telah "meluluskan" ratusan perempuan terampil dalam membuat dan menghias aneka cake. Salah satunya adalah Ucu Savitri yang kini ahli di bidang pembuatan cake dan cokelat decorating.
Rini Sulistyati/ bersambung