Kisah Duka Bunda Teeza (2)

By nova.id, Senin, 3 Mei 2010 | 04:09 WIB
Kisah Duka Bunda Teeza 2 (nova.id)

Kisah Duka Bunda Teeza 2 (nova.id)

"Sebelum Teeza masuk ruang operasi untuk diamputasi, hanya kata-kata penyemangat yang bisa aku berikan (Foto:Sita Dewi) "

"Ibu Ikhlas...."

Hingga Jumat jam 07.00 pagi, seperti biasa dokter akan memanggil keluarga untuk memberi laporan kemajuan. Kata dokter, kami hanya tinggal menunggu panggilan Allah. Tindakan maksimal sudah diambil, tapi tak ada tanda-tanda kemajuan. Kalaupun Teeza masih hidup, semua karena bantuan mesin. Dokter hanya meminta keikhlasan dan ketabahan kami.

Bagiku, mungkin itu pilihan terbaik meski terasa amat berat. Tak bisa kubayangkan betapa hancurnya hati Teeza kalau ia sadar hanya memiliki satu kaki, sementara terbang adalah hidupnya. Agar lebih kuat, aku memutuskan makan roti cokelat sebagai penambah energi.

Tapi begitu mau duduk dan makan, dokter sudah memanggil kami untuk masuk. Di dalam, dokter hanya meminta aku menyampaikan pesan terakhir untuk Teeza. Tanpa menangis kubisikkan kepadanya, "Pergilah, Nak, bila itu yang terbaik. Pergilah dengan tenang. Ibu ikhlas..." Setelah itu, dokter berujar, "Sudah flat." Anak lelakiku sudah pergi menghadap pencipta-Nya.

Sungguh aku ikhlas ia pergi. Keluarga Yopi, pengendara motor yang tewas itu, juga datang padaku dan meminta maaf. Akibat kecerobohan anaknya, aku harus kehilangan anak. Aku memang tak ingin secara langsung memaafkan, Aku dan suamiku hanya berpesan agar ia bisa memberi penyuluhan kepada warga setempat untuk tidak menyalahgunakan landasan pacu.

Anak lelakiku satu-satunya sudah tiada. Teeza Ariaputra adalah kebanggaan keluarga. Tak pernah kami lupakan saat si pendiam yang penuh kejutan itu menyerahkan wing Private Pilot Licence (PPL) kepada Romrom-nya. Dua hari setelah Teeza pergi, aku membuka kembali dokumen-dokumen lama.

Salah satunya surat yang menyatakan ia resmi sebagai pilot solo, yang artinya ia resmi memulai kariernya sebagai penerbang. Di surat itu tertera kode PK AGU sebagai pesawat yang ia terbangkan pertama kali secara solo. Pesawat yang sama pula yang terakhir ia terbangkan di hari yang nahas itu.

Selamat jalan, anakku! Terbanglah tinggi menembus langit tanpa batas...

SITA DEWI