Tak Punya Biaya, Bayi Disandera

By nova.id, Kamis, 11 Februari 2010 | 00:54 WIB
Tak Punya Biaya Bayi Disandera (nova.id)

Bayi berusia 3 hari yang dilahirkan Ny Nurul Istiqomah, 25, warga Desa Kertosono, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, bernasib malang. Bayi yang belum memiliki nama ini meninggal dunia karena mengalami kebuntuan pencernaan.

Namun demikian, pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waluyo Jati, Kraksaan, Probolingo, menyandera dan tidak memperbolehkan pihak keluarga membawa jasad sang bayi. Alasannya, kedua orangtuanya belum melunasi biaya administrasi sebesar Rp 1.980.000.

"Ini saya mau jual tanah karena belum punya uang cukup. Tapi saya ingin membawa pulang anak saya dulu untuk dikuburkan," kata Abdul Karim, suami Ny Nurul Istiqomah, dengan nada sedih ketika ditemui di RSUD Waluyo Jati, Selasa (9/2) pagi.

Beberapa jam kemudian, setelah pembicaraan dengan pihak manajemen RSUD, Karim akhirnya diizinkan membawa pulang jasad bayinya. Ini setelah Karim mencicil biaya administrasi sebesar Rp 950.000 dan menyerahkan pula Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai jaminan kepada pihak RSUD.

Pada pukul 12.10 WIB atau hampir 9 jam sejak meninggalnya si bayi sekitar pukul 04.00 WIB, jasad bayi mungil perempuan seberat 1,9 kg itu digendong keluar dari ruang perawatan bayi oleh kakak Karim, Subaidah. Sejumlah keluarga pasien lain yang mendengar cerita tentang si bayi, berbondong-bondong mengerumuni Subaidah, Karim dan bayinya. Sambil menangis sesenggukan, Subaidah menggendong jenazah keponakannya itu, melewati lorong rumah sakit, disaksikan puluhan keluarga pasien lainnya.

Karena tidak ada kendaraan sendiri, di tempat parkir Karim memanggil pengojek yang kemudian membawa pulang Subaidah yang masih menggendong jasad si bayi.

Namun, sejumlah wartawan yang tak tega melihat keadaan itu, akhirnya tergerak dan menyisihkan tugas liputannya. Mereka memanggil-manggil dan mengejar tukang ojek yang sudah berjalan 20 meter dari tempat parkir, untuk menyuruhnya berhenti.

Dengan mobil wartawan Surya, Subaidah, Karim dan jasad anaknya akhirnya dibawa pulang ke rumah keluarga di Dusun Bataan, Desa Kertosono, Kecamatan Gading.

Rombongan tiga anggota DPRD Kabupaten Probolinggo yang sebelumnya dikontak wartawan untuk ikut turun tangan, berpapasan dengan mobil Panther yang mengangkut jenazah si bayi.

"Kami mau menyerahkan ini. Semoga bisa dimanfaatkan," ujar Amin Al Haddar, Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Probolinggo, seraya menyerahkan sejumlah uang ke Subaidah dan Karim.

Tak Mengira Mahal

Sebelum membawa pulang anaknya, dengan mata berkaca-kaca, Karim sempat menceritakan kronologi kejadian yang menimpa bayinya. Pada Jumat (5/2) lalu, istrinya Nurul Istiqomah hendak melahirkan di bidan desa.

Karena bidan di desanya tidak bisa memberi pertolongan, lalu istrinya dirujuk ke salah satu rumah sakit bersalin swasta, yakni RS Permata di Kraksaan.

"Saya beranggapan, lahirnya bisa normal dan biayanya cuma sekitar Rp 3 jutaan. Uang sebesar itu sudah saya siapkan," katanya.

Namun, dugaan Karim meleset. Istrinya tidak bisa dilahirkan dengan normal, melainkan harus menjalani operasi caesar. Karena peralatan operasi di RS Permata tidak memadai, Nurul Istiqomah dirujuk ke RSUD Waluyo Jati Kraksaan.

Proses operasi melahirkan dilakukan pada, Sabtu (6/2), dan bayi bisa dilahirkan selamat. Setelah itu Nurul dikembalikan ke RS Permata untuk menjalani perawatan pascamelahirkan.

"Saat itu, saya tidak berpikir bahwa biayanya akan jadi mahal. Yang ada dalam pikiran saya, istri dan anak saya harus selamat," ujar Karim yang sehari-hari berprofesi sebagai guru di sebuah madrasah swasta.

Sekitar pukul 04.00 WIB, Selasa (9/2), Karim mendengar kabar dari perawat di ruang perawatan bayi RSU Waluyo Jati bahwa anaknya meninggal dunia. Penyebabnya, bayi itu mengalami kelainan organ tenggorokan.

Karim lantas bergegas ke rumah sakit. Kepada perawat yang berjaga di ruang peerawatan anak, Karim berupaya membawa pulang anaknya. Namun tidak diizinkan, karena masih ada biaya administrasi dan perawatan yang harus diselesaikan.

Sekitar pukul 09.00 WIB, Karim kembali mendatangi perawat dan berharap diperkenankan membawa pulang jenazah anak ketiganya itu. Tetapi, Karim langsung disodori tagihan biaya perawatan sebesar Rp 1.980.000.

Karena biaya di rumah sakit Permata saja belum bisa dilunasinya, Karim mengatakan kepada pihak RSUD Waluyo Jati bahwa dirinya akan menjual dulu tanah miliknya.

Akibat tarik ulur pemulangan jenazah si bayi, warga Dusun Bataan yang sudah mendengar kematian anak Karim sejak pagi, akhirnya harus menunggu kedatangan jenazah selama berjam-jam. Bahkan, sejak pukul 07.00 WIB, warga sudah menyiapkan tempat memandikan jenazah, kain kafan dan liang lahat.

Setelah perjalanan sekitar 1 jam, rombongan jenazah baru tiba di rumah pukul 13.30 WIB. Dengan diiringi ratusan warga, sekitar pukul 15.30 WIB, jenazah bayi itu dimakamkan di pemakaman desa, di lokasi yang berdekatan dengan liang lahat anak Karim yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya.

Menyusul kejadian itu, direksi rumah sakit menggelar klarifikasi kepada pers.

Menurut dokter yang menangani pasien, yakni dr Made Suderata, secara medis bayi tersebut mengalami kelainan bawaan, yaitu kebuntuan saluran pencernaan atau istilah medisnya atresia esofagus.

"Kerongkongannya hanya terbentuk sebagian. Saya sudah menjelaskan kepada orangtuanya supaya dirujuk ke Surabaya. Tapi, orangtuanya tidak mau," ujar Made.

Hj Sulis Astuti, Sekretaris RSUD mengungkapkan, pihaknya menahan kepulangan bayi itu lantaran ada tunggakan biaya yang harus diselesaikan dulu.

"Tidak benar kami menyandera. Keterlambatan itu hanya karena ada proses administrasi yang harus diselesaikan. Tadi kita juga sempat dua kali memanggil keluarga pasien, tapi mereka menghilang dari rumah sakit," tandas Sulis.

Soal besarnya biaya yang dikenakan, Sulis menjelaskan, karena keluarga pasien dianggap tidak termasuk dari keluarga miskin.

"Kita beranggapan mereka keluarga yang cukup mampu. Sebab, ibu dan bayinya itu kan hanyalah pasien rujukan dari rumah sakit swasta," dalihnya.

Namun, ketika ditanya soal lamanya proses administrasi hingga memakan waktu lebih delapan jam, Sulis tidak membeberkan secara rinci.

"Ya itu tadi. Proses administrasinya lamban karena keluarga pasien menghilang dan kita sudah panggil lewat pengeras suara," imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Probolinggo, M Amin Al Haddar, menyesalkan terjadinya penyanderaan tersebut. Seharusnya, kata dia, manajemen rumah sakit lebih fleksibel terhadap pasien yang meninggal dunia.

"Manajemen rumah sakit kan bisa toleran demi kemanusiaan. Misalnya, menyediakan blangko pernyataan kesanggupan pembayaran biaya perawatan kepada keluarga pasien dengan disertai jaminan dalam bentuk apa. Tidak harus menunggu ada pembayaran tunai dulu, baru jenazah dikeluarkan," kata Amin.

Beruntung, jenazah bayi itu cuma beberapa jam tertahan, belum sampai terhitung hari.ntiq/surya