Wanita Belia Dalangi Prostitusi Bertarif Tinggi

By nova.id, Selasa, 2 Februari 2010 | 15:12 WIB
Wanita Belia Dalangi Prostitusi Bertarif Tinggi (nova.id)

Usianya masih relatif muda, 20 tahun, tetapi Endry Margarini alias Vey mampu mengelola jaringan prostitusi bertarif tinggi, yang melibatkan sejumlah pelajar sekolah elit dan mahasiswi. Kini sang germo muda itu dirawat ruang bersalin Rumah Sakit (RS) Moh Dahlan, Surabaya, karena habis melahirkan.

Sampai Minggu (1/2) kemarin Vey belum bisa ditemui di rumah sakit yang terletak di belakang Gedung Sat Reskrim Polwiltabes Surabaya tersebut. Dia masih berada di ruang isolasi pemulihan pasca operasi.

Menurut keterangan beberapa petugas, belum ada keluarga Vey yang mengunjungi tersangka kasus perdagangan manusia (trafficking) di bawah umur itu. Hanya beberapa orang, yang mengaku sebagai teman, yang berkunjung.

Kondisi kesehatan Vey belum pulih 100 persen, karena luka bekas operasinya belum kering. Adapun bayi yang dilahirkan Vey berkelamin laki-laki, dengan berat badan sekitar 2,8 kg, dan panjang 48 cm, yang belum diberi nama.

"Dari hasil pemeriksaan, dia mengaku hamil di luar nikah dan tanpa suami. Siapa suaminya, dia tidak menyebut jelas, hanya menyebut pacarnya," kata AKBP Anom Wibowo, Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya, menjelaskan keberadaan Vey.

Sebagaimana diberitakan, anak buah Anom membongkar jaringan prostitusi yang melibatkan sejumlah remaja dari keluarga kaya yang bersekolah di SMA dan SMK favorit alias sekolah elite. Tarif mereka antara Rp 500.000-Rp 800.0000 sekali booking.

Germo para pelajar yang menyambi pelacur tersebut adalah Vey, warga Dukuh Kupang Timur, Surabaya. Dia dibantu Ach Afif Muslichin, 21, warga Candi, Sidoarjo. Afif antara lain berperan sebagai operator komunikasi para anak buah Vey dengan para calon pelanggan menggunakan fasilitas chatting internet (Yahoo Messenger).

Vay memanfaatkan jejaring sosial Facebook untuk memasang foto-foto para pelacur muda tersebut. Vey dan Afif ditangkap polisi di rumah masing-masing, Sabtu (30/1) siang. Beberapa jam setelah ditangkap, Vay melahirkan melalui operasi caesar. (Surya, 1/2).

Menurut sebuah sumber, Vey menjalankan bisnis prostitusi karena dirinya -saat masih duduk di bangku SMA- juga menjadi pelaku pelacuran. Alumnus sebuah SMA negeri di kawasan Surabaya Utara itu kemudian mengajak mantan rekan-rekannya ketika SMA yang ingin mencari tambahan uang dengan melacur.

Hal itu berkembang dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya yang masuk dalam jaringan Vey beragam dan banyak, yaitu sekitar 20 orang, termasuk sejumlah perempuan usia sekolah.

Vey masih tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Kota Surabaya. Kini dia terpaksa mrothol dari kuliah karena selain hamil di luar nikah juga berstatus tersangka dan bakal diadili sebagai terdakwa.

Sindikat penjualan perempuan di bawah umur yang diungkap Unit I Pidum Sat Reskrim Polwiltabes Surabaya mengungkapkan modus lain dari para pelaku yang rata-rata pelajar. Antara lain, terjun ke dunia prostitusi karena lingkungan pergaulan.

"Jadi biar ikut 'gaul', karena teman-teman semuanya juga begitu. Apalagi kami juga bisa mendapatkan pengalaman baru," kata pelajar-pelacur berinisial LS sebagaimana ditirukan salah satu penyidik.

Adapun Afif menolak dijadikan tersangka. Menurutnya, para anak buah Vey menjual diri atas dasar kerelaan. "Tidak ada paksaan. Saya sebelumnya juga tawarkan dulu, 'ini ada orang yang mau sama kamu dengan harga Rp 600.000, kamu mau atau tidak?' Kalau mau, saya antar atau saya kasih alamat hotelnya untuk nemuin," ungkap Afif.

Di pihak lain, Dinas Pendidikan Surabaya melihat munculnya kasus trafficking yang melibatkan pelajar itu sebagai hal menyedihkan. Kasi Kesiswaan Dikmenjur Dindik Surabaya, Sigit Priyo Sembodo menyatakan, untuk membentengi para siswa agar tidak terlibat perilaku negatif pihaknya menjalankan beberapa strategi. Upaya itu dilakukan melalui pelajaran yang diberikan di kelas maupun pola sekolah.

Melalui pelajaran sekolah, upaya menjaga perilaku dan budi pekerti pelajar bisa ditanamkan melalui pelajaran agama, PPKN dan bahasa Daerah (Jawa). "Dalam pelajaran bahasa Jawa, misalnya, di dalamnya anak sudah diajari sopan santun," terang Sigit.

Selain melalui materi pelajaran, upaya membentengi pelajar juga diterapkan dalam konsep sekolah full day. Dengan optimalisasi jam pelajaran sekolah hingga sore hari, diharapkan para pelajar tidak memiliki waktu luang yang panjang, yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal negatif.

Selain itu pemanfaatan waktu sekolah di hari Sabtu untuk kegiatan ekstrakulikuler diharapkan juga menjadi wadah penyaluran energi dan kreativitas pelajar di jalur yang tepat. Dari sisi hukum, saat ini Dindik Surabaya menggalakkan kerjasama dengan Polwil Surabaya untuk menjalankan program pencegahan dini pelanggaran lalu lintas dan penggunaan narkoba. Srihandi Lestari, Dian Rekohadi/Surya