Lintar "Icil" Misi Wujudkan Obsesi Papi

By nova.id, Sabtu, 17 April 2010 | 17:07 WIB
Lintar Icil Misi Wujudkan Obsesi Papi (nova.id)

Lintar Icil Misi Wujudkan Obsesi Papi (nova.id)

"" Kami yakin, Lintar bisa menjuarai icil 3. Tapi, Lintar tetap harus berusaha memberikan yang terbaik, " ujar Nilda, ibunda Lintar (Foto: Adrianus Adrianto) "

Mencipta Lagu

Lintar lahir dari orangtua yang menyukai dunia tarik suara. Bakat menyanyinya sudah tampak sejak usia 1 tahun. "Lintar cepat bisa bicara, tapi ia mulai naik panggung di usia 3 tahun. Itu juga tak sengaja. Di acara pesta keluarga, Papinya main keyboard. Melihat saudara-saudaranya menyanyi, Lintar merasa ia juga bisa. Saya tak percaya, tapi ia memaksa menyanyi sambil menangis. Akhirnya ia menyanyi medley sambil diiringi Papinya. Banyak yang kagum."

Di usia 5 tahun atau duduk di sekolah TK, Lintar mulai rajin mengikuti lomba menyanyi dan menjadi juara. Berkat prestasi itu pula ia kini digratiskan biaya oleh sekolahnya. Di Padang, Lintar sebetulnya sudah mendapat tawaran untuk masuk dapur rekaman, tapi Edi tak mau anaknya jadi penyanyi daerah seperti ayahnya. "Papinya bilang, Lintar harus berkembang di Jakarta. Caranya, ya, lewat Idola Cilik."

Tanpa sepengetahuan Nilda, Lintar sudah menciptakan beberapa lagu. "Di tempat tidur Lintar sering bergitar. Ia ingin punya keyboard. Gitar pun dibeli dari uang hadiah festival menyanyi," tambah Nilda tentang anaknya yang menyukai lagu-lagu band Ungu dan ST 12.

Berusaha Dulu

Sejak Lintar ikut Icil 3, kehidupannya dan keluarga jadi berbeda. Lintar ditemani Nilda rajin bolak-balik Padang-Jakarta (Lintar sekolah Senin-Kamis di Padang) naik pesawat dan menginap di hotel mewah. Kehidupan yang tak pernah dibayangkan Lintar dan Nilda sebelumnya.

Selain itu, Lintar mulai dikenal orang dan dieluk-elukan. Berbagai hadiah diberikan penggemar untuk Lintar. "Sekarang saya enggak pernah beli baju buat Lintar. Sebab kado-kadonya berisi baju, tas, sepatu, sajadah, boneka, figura. Banyak lah," kata Nilda polos. Menurut Nilda, penggemar Lintar menyukai suara anaknya dan bersimpati pada kisah hidupnya.

Oleh karena sering menemani Lintar, Nilda tak perlu membuat roti bakar lagi. Usaha roti kabar diambil alih oleh kerabatnya yang juga menjanda. Pemerintah Daerah Sumatera Barat dan perusahaan besar seperti Semen Padang pun banyak mendukung Lintar dan keluarganya.

Atas biaya dua instasi itu pula Nilda kini bisa memboyong ketiga adik Lintar ke Jakarta. "Dulu setiap saya dan Lintar berangkat ke Jakarta , Najwa sering menangis. Ia harus dibujuk dulu. Namun, adik-adik Lintar mengerti sekali, ini semua untuk masa depan mereka juga. Demi kebaikan bersama. Lintar ingin membiayai adiknya les menyanyi dan bahasa Inggris setelah berhasil."

Bantuan juga datang dari teman-teman Lintar. Di sekolah misalnya, "Dibuat kotak amal yang uangnya dibelikan pulsa untuk meng-SMS Lintar," ucap Nilda yang bersyukur Lintar tak merasa "lebih" setelah popular. "Ia biasa saja. Setiap pulang ia berseru ke teman-temannya, 'Woi, aku pulang!', lalu bergabung main bola atau layang-layang."

Lintar dan Nilda optimis bisa menjuarai Icil 3, tapi tetap terus berusaha dan tak mau meremehkan yang lain. "Semangatnya juara satu, tapi Lintar menilai semua temannya bagus-bagus, baik Rio maupun Alvin. Lintar mau berusaha dan berjuang dulu untuk memberi yang terbaik, agar jumlah SMS-nya tertinggi."

Setelah Lintar berhasil kelak, Nilda belum bisa membayangkan apa ia akan terus menemani Lintar berkarier di Jakarta. "Nanti Lintar akan bergabung dalam manajemen dari RCTI. Katanya, pekerjaanya akan banyak di Jakarta. Tapi, kalau tinggal di Jakarta biayanya pasti besar. Lalu adik-adiknya bagaimana? Saya masih bingung. Lihat saja nanti," ujar Nilda yang punya cerita lucu selama ia dan Lintar di Jakarta.

"Kami awalnya agak sulit soal makanan. Setiap makan kami pasti cari masakan Padang, walaupun RCTI sudah menyediakan nasi kotak. Soalnya, nasinya berbeda. Kalau nasi Padang, kan, kasar, sementara nasi kotak lengket di tangan. Tapi sekarang Lintar sudah mulai belajar makan nasi kotak," cerita Nilda.

Wah, adaptasi makanan sepertinya jadi prioritas pertama sebelum berkarier di Jakarta, ya Lintar.

Ahmad Tarmizi