Mulai dari profil, data, hingga beberapa track lagu mereka, tersaji secara lengkap di situ. Bila dibandingkan dengan account Friendster dan Facebook yang juga mereka miliki, My Space paling mampu menghubungkan mereka dengan pemilik-pemilik perusahaan label dari berbagai negara di dunia seperti Singapura, Malaysia , Korea, dan baru-baru ini Jepang yang "menemukan" mereka lewat situs ini."Entah kenapa, label memang lebih suka menggunakan My Space. Biasanya, setelah melihat profil dan mendengarkan lagu lewat My Space, mereka melanjutkan korespondensi lewat e-mail, baru telepon," terang Toma.
Bernaung di bawah indie label, FFWD, Mocca telah beberapa kali bekerjasama dengan berbagai label indie di seluruh dunia. Sebut saja Apple Crumble, label indie asal Jepang yang belakangan menggandeng Mocca untuk menyumbang lagu mereka di sebuah album kompilasi.
Diakui Riko, semua ini tak akan terjadi tanpa bantuan internet, "Misalnya, ada label kecil dari negara yang jauh, seperti Italia, tiba-tiba menghubungi kami untuk ikut (album) kompilasi. Kalau enggak ada internet, kami harus cari data, surat-suratan, belum risiko tertahan di kantor pos segala macam. Kalau sekarang, tinggal klik-klik saja," ucapnya.
Tak melulu membidik pasar luar negeri, penggemar Mocca yang berada di Indonesia pun banyak yang terjaring lewat cara ini. Fans mereka yang rata-rata anak SMU dan kuliahan, tentunya sudah terbiasa menggunakan internet.
Karena itulah, band yang baru saja menelurkan album ketiga ini, dengan serius mengurus fanbase mereka via internet. Dari informasi kegiatan sampai penjualan merchandice, semua terpusat di sini. "Promosi ini gratis. Kerja sama dengan pengembang website tanpa imbalan apa-apa," jelas Arina.
Meski merasakan banyak keuntungan dari internet, bukan berarti Mocca tak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh internet. Kebebasan tak terbatas di dunia maya, membuat setiap orang bebas mengunduh lagu-lagu Mocca tanpa izin. Pembajakanpun merebak. Tapi mereka punya trik tertentu untuk melindungi hasil karya.