Afgan: Maunya Sama Agnes Monica (2)

By nova.id, Selasa, 4 November 2008 | 10:07 WIB
Afgan Maunya Sama Agnes Monica 2 (nova.id)

Afgan Maunya Sama Agnes Monica 2 (nova.id)

""

Kabur dari ajang adu bakat bergengsi, ternyata jalan Afgan menuju panggung musik tetap terbuka lebar. Semuanya bermula dari sebuah karaoke.

Dari kecil, aku sudah suka dunia tarik suara. Maklum saja, aku tumbuh di tengah keluarga yang semuanya pandai menyanyi dan punya suara bagus. Walau begitu, aku enggak pernah kepikiran jadi penyanyi. Ambisiku jadi seorang pengusaha.Soal suara, dibanding aku, adik perempuanku jauh lebih bagus. Suaranya mampu mencapai oktaf yang sangat tinggi. Tapi, dia selalu menolak jika kusuruh ikut lomba. Katanya, enggak pede nyanyi di depan banyak orang, gara-gara badan gendut. Ada-ada saja, ya.

Tahu, enggak, Mamaku dulu pernah masuk dapur rekaman, lo. Di masa mudanya, Mama kan, artis lokal di Sumatera Barat. Mama pun pernah mengeluarkan album melayu.

Adik Mama, Tante Ade, yang jadi managerku saat ini, dulunya juga pernah beberapa kali nyanyi di TVRI. Jadi, kalau ada yang tanya gimana rasanya jadi penyanyi, aku akan jawab biasa-biasa saja, karena sudah banyak sekali penyanyi di keluargaku.

Apalagi, orangtuaku selalu menasihati supaya aku tak bersikap lebay (berlebihan, Red) dan lantas jadi sok. Kata mereka, aku kan, cuma penyanyi. Jadi "biasa" aja, toh, itu bukan pekerjaan yang luar biasa. Hahaha.

Tapi, biar bagaimana, untuk urusan keartisanku Mama cerewetnya minta ampun. Dia sangat memperhatikan gaya berpakaianku, jadwal manggungku yang enggak boleh mengganggu kuliah, bahkan dengan siapa aku pergi.

Berawal dari Karaoke Ada satu kelebihanku yang tak banyak orang tahu. Ini masih ada hubungannya dengan suara. Aku bisa lo, menirukan suara orang dengan sangat baik. Misalnya, cengkok khas beberapa penyanyi dangdut Indonesia, hingga lengking suara Mariah Carey yang super dahsyat itu. Enggak nyangka, kan?

Karena suka nyanyi, enggak heran aku sering pergi karaoke bersama teman-teman. Habis, kami enggak tahu lagi bagaimana harus melampiaskan hobi nyanyi ini selain berkaraoke ria. Tempat yang lumayan sering kami kunjungi adalah Digital Recording Wannabe.

Dari rutinitas karaokean itulah teman-teman mulai sadar suaraku bagus. Salah seorang temanku lalu memaksa aku untuk ikut kontes adu bakat, Indonesian Idol (II). Berkat bujuk rayunya, akhirnya aku mau juga.

Hingga suatu hari di bulan Januari 2007, tepatnya hari Senin, aku dan seorang temanku terpaksa bolos sekolah untuk mengikuti audisi II. Saking ramainya peserta II, aku sampai enggak tahu dapat nomor urut berapa. Yang jelas, aku tiba di lokasi sekitar jam 8 pagi, tapi baru dipanggil jam 7 malam. Benar-benar hari yang melelahkan.

Saat tiba giliranku, hatiku dag-dig dug. Nervousnya setengah mati. Untung saja tim jurinya bukan Titi DJ dan kawan-kawan, tapi tim dari RCTI. Saat itu aku nyanyi lagunya Jim Morisson yang berjudul You Give Me Something.

Alhamdulilah, malam itu aku dinyatakan lulus dan dapat kesempatan untuk maju ke audisi selanjutnya, alias nyanyi di hadapan Titi DJ dan kawan-kawan. Hanya saja aku juga sedikit sedih karena temanku gagal.

Mendengar keberhasilanku, Mama gembira sekali. Terbalik dengan aku yang ketakutan setengah mati memikirkan besok harus nyanyi di depan para juri yang notebene para artis senior.

Gara-gara Konser Besoknya aku memutuskan tak jadi datang. Tapi dengan penuh semangat Mama terus membujukku. "Ayo dong, kamu harus coba," kata Mama yang tak rela aku membuang kesempatan begitu saja.

Mama akhirnya menawarkan diri menemaniku selama proses audisi. Aku luluh dan kami pun berangkat bersama. Tapi ternyata Mama curang. Sesampainya di lokasi, Mama malah langsung pamit ke tempat kerjanya. Sendirian deh, aku.

Stres tingkat tinggi, itulah yang kurasakan di detik-detik namaku akan dipanggil. Sampai-sampai aku tak bisa merasakan kakiku. Akhirnya, diam-diam aku berjuang keluar dari kerumunan peserta, lalu kabur pulang.

Tapi, ada lagi alasan lain yang bikin aku kabur dari audisi. Aku sudah janji dengan teman-teman sekolahku, mau nonton konser Muse di Istora Senayan. Saat memutuskan kabur, hari hampir jam 19.00. Sedang konser dimulai pukul 20.00. Kan, sayang tiketnya sudah kubeli mahal-mahal. Hahaha.

Saat sedang nonton konser, aku menerima telepon dari salah seorang tim II yang menanyakan keberadaanku. Sambil minta maaf aku bilang kalau aku tak bisa menyelesaikan audisi hari itu. Aku pun dinyatakan gagal.

Dari awal aku memang kurang sreg mengikuti ajang seperti II. Setelah gagal, aku tak menyesal. Karena ternyata Tuhan masih memberiku kesempatan untuk jadi penyanyi melalui jalan yang lain.

Ngomong-ngomong, nomor urutku di II masih ada, lo, sampai sekarang. Tertempel di meja kelasku. Aku sengaja menempelnya di sana sebagai kenang-kenangan.

Artis Wannabe Sekitar bulan Mei 2007, untuk kesekian kalinya aku dan teman-teman kembali mendatangi Wannabe. Ketika sedang asik nyanyi, salah seorang pegawai menghampiriku dan mengajak ngobrol. Dia bilang, pemilik Wannabe ingin mengorbitkanku jadi penyanyi.

Awalnya aku kira orang itu hanya bercanda. Terbersit juga dugaan bahwa dia ingin menipuku. Tapi, pegawai Wannabe tersebut meyakinkanku. Dia cerita, tiga bulan lalu, bosnya mendengar rekaman suaraku. Memang, 3 bulan sebelumnya, sekitar Februari, aku dan teman-teman berkaraoke di situ.

Saking sukanya dengan suaraku, bos Wannabe ini sampai menyuruh semua pegawainya untuk mencariku. Sayangnya tak kunjung ketemu. Pencarian tak berhenti hanya di lokasi karaoke.

Kandung jatuh cinta pada suaraku, pemilik Wannabe itu kemudian mengadakan kontes tarik suara dari SMA ke SMA. Lucunya, dari sekian banyak SMA yang ada di Jakarta, hanya sekolahku sajalah, SMU 34 Pondok Labu, yang tak didatanginya.

Namun, usaha keras sang bos Wannabe berbuah manis juga. Timnya pun akhirnya menemukanku. Setelah itu, ceritanya tentu sudah bisa ditebak, kan. Aku lantas menjadi seorang penyanyi beneran.

Dari karaokelah suksesku berawal. Semua seakan berjalan begitu cepat. Belum ada setahun, tiba-tiba aku sudah jadi seorang penyanyi. Dan gara-gara itu pula aku sempat dijuluki 'Artis Wannabe'.

Dituduh Playboy Meski sudah jadi penyanyi, aku tak lantas melupakan cita-citaku yang sesungguhnya. Aku pun tetap serius sekolah. Sadar kegiatan nyanyi akan sangat menyita waktuku, Mama selalu mengingatkanku mengutamakan sekolah.

Mama juga sering mengingatkanku tentang segala konsekuensi yang akan kuhadapi sebagai seorang artis. Kata Mama, aku harus siap menghadapinya. Salah satunya mengenai gosip kalau aku ini cowok playboy.

Percaya enggak, aku itu baru pacaran 4 kali, lho. Jauh sekali kan, jika dibanding dengan kakakku yang sudah pacaran 19 kali. Aduh, mudah-mudahan dia enggak marah aku cerita begini. Hehehe.

Aku mencoba maklum akan gosip-gosip aneh yang menerpaku. Tuduhan playboy mungkin datang karena orang melihat model dalam video klipku yang cantik-cantik. Belum lagi ketika aku memacari Thalita Latief, model di video klip album perdanaku.

Makanya, ketika berikutnya Eva Celia yang didaulat jadi model video klip keduaku, semua infotainmen heboh bertanya apa aku pacaran dengan anak musisi Indra Lesmana tersebut.

Padahal, urusan album, terlebih-lebih video klip, yang mengaturnya adalah managemenku. Aku tak ikut serta. Tentunya mereka memilih gadis-gadis ini dengan pertimbangan yang matang.

Lalu, kira-kira siapa ya, yang akan jadi model di video klip ketigaku nanti? Sampai sekarang aku sendiri belum dikasih tahu. Kalau aku sih, maunya sama Agnes Monica. Hahaha.(TAMAT) Ester Sondang