Adli Fairuz, Emoh Pacari Groupies (2)

By nova.id, Jumat, 24 Oktober 2008 | 05:29 WIB
Adli Fairuz Emoh Pacari Groupies 2 (nova.id)

Adli Fairuz Emoh Pacari Groupies 2 (nova.id)

""

Gagal meraih beasiswa ke Jepang, Adli mencoba peruntungan di jalur musik. Meski mendapat tentangan sang Ayah, ia hijrah ke Jakarta. Kerja serabutan pun dilakoni demi menghidupi diri.

Menjadi seorang Fisikawan adalah cita-citaku. Makanya, aku coba ikut SPMB Universitas Padjajaran jurusan Tehnik Fisika. Tapi sayang, aku gagal. Sempat down, semangatku kembali terpacu saat pihak sekolah memberitahu kalau aku dapat kesempatan meraih beasiswa ke Jepang untuk jurusan yang sama.

Dengan gembira bercampur deg-degan, aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti tes bersama 100 orang lainnya di Universitas Indonesia, Depok. Tapi lagi-lagi keberuntungan belum berpihak padaku. Pada tes tahap kedua, aku dinyatakan gagal.

Kecewa? Tentu saja. Namun, tak kubiarkan perasaan itu berlarut-larut. Bukankah life must go on? Dan aku juga masih punya impian lain yang ingin kuwujudkan, yaitu jadi seorang musisi.

Dari sini aku langsung banting setir, memilih menetap di Jakarta. Aku bahkan tak menyempatkan diri pulang dulu ke Bandung. Bukan lantaran malu pada orangtua atas kegagalanku mendapatkan beasiswa, melainkan gara-gara sebuah masalah keluarga yang tak bisa kuceritakan. Saat itu aku merasa tak ingin berada di rumah. Bagiku, rumah tak lagi jadi tempat yang menenangkan dan menyenangkan. Lebih baik aku di Jakarta saja. Memulai jalanku di jalur musik. Untuk sementara waktu, aku tinggal di rumah tanteku di Tanjung Priok.

Diajak 'Tidur' Sejak di Jakarta, aku berusaha menghidupi diri sendiri. Biar bagaimana pun, aku tak ingin menjadi beban bagi tanteku dan keluarganya. Tapi ternyata tak mudah, ya, mencari pekerjaan di Jakarta dengan hanya bermodalkan ijazah SMU.

Untungnya aku tak gengsi mengerjakan pekerjaan apapun. Alhasil, aku nyaris tak pernah menganggur. Bekerja di pencucian mobil, hingga jadi Sales Promotion Boy (SPB) di Toko Buku Gramedia pun kujalani. Selain itu, di kala weekend, kadang aku membantu usaha keluarga tanteku sebagai tukang angkut atau tukang antar barang jualan. Lumayan, bayarannya bisa untuk patungan sewa studio musik saat latihan dengan teman-teman band-ku.

Ya, di sela-sela waktu istirahat, aku selalu meluangkan waktu untuk berlatih. Meski di band aku didapuk sebagai vokalis, sebenarnya aku juga menguasai beberapa alat musik seperti gitar, bass, dan drum. Keahlian ini sangat membantuku dalam mencipta serta mengaransemen lagu.

Pekerjaanku sebagai SPB hanya bertahan selama tiga bulan. Mungkin karena aku tidak betah dengan pola dan jam kerjanya yang bertentangan dengan jiwaku yang bebas.

Tapi, gara-gara kerja di sana, aku jadi bisa baca semua buku karya idolaku, Kahlil Gibran, dengan gratis. Hahaha. Sebagai anak band yang lumayan aktif ikut festival dan manggung di berbagai acara, aku jadi bisa melihat hitam-putih dunia dengan lebih jelas. Kuakui, lingkunganku bukan tempat yang baik untuk berkembang maju. Pergaulan bebas seperti seks dan narkoba, ada di mana-mana. Salah-salah melangkah, aku bisa dengan mudah terjerumus.

Pernah lo, ada beberapa cewek groupies yang menawarkan diri untuk kupacari. Bahkan ada yang minta untuk kutiduri! Tapi alhamdulillah, hingga hari ini aku bisa menjaga diriku dari perbuatan semacam itu. Amit-amit, jangan sampai deh. Aku takut nanti karmanya diterima adik-adikku. Belum lagi risiko terhinggap penyakit seksual. Bisa aja kan, cewek-cewek itu sudah 'tidur' dengan laki-laki lain sebelumnya.

13 Jahitan Suatu hari di tahun 2005, aku mengantar anak tanteku, Raka Hafiz, ke rumah produksi Frame Ritz untuk ikut casting. Entah mengapa, orang-orang di sana malah tertarik denganku dan memaksaku ikut casting juga. Seingatku, Om Sentot dan Tante Rita (ibu aktris Nagita Slavina, Red) lah yang meng-casting aku.

Tak dinyana, aku lulus casting. Sejak itu, berbagai peran menantiku. Hingga kini, sudah puluhan judul FTV yang kubintangi. Selain itu juga sinetron Cinta Fitri (CF) Sesion 1 & 2 dan sinetron Zahra. Terakhir, aku memerankan si 'Cumi' di iklan Indosat.

Namun dari semua itu, penghargaan sebagai Juara 1 di Supermama Seleb Show-lah yang paling mengesankan bagiku. Tentu saja karena penghargaan ini merupakan pembuktian diri, bahwa aku tak salah memilih jalur musik sebagai obsesiku.

Sesungguhnya, Papa sangat tak setuju bahkan marah sekali saat tahu aku ingin jadi musisi. Yang beliau inginkan, aku kuliah lalu bekerja kantoran seperti dirinya. Untungnya dari awal Mama selalu mendukungku. Mama lah yang membuatku berani terus merintis cita-cita.

Aku sendiri, meski bukan tergolong anak yang gampang diatur, tapi aku selalu mendengarkan kata-kata Mama. Bukan berarti aku 'anak mami', lo. Pernah aku tak menghiraukan larangan Mama, tapi akibatnya sangat fatal.

Ceritanya, suatu pagi aku berniat lari pagi di salah satu GOR di Bandung. Karena masih subuh dan tempatnya lumayan jauh, kuputuskan pergi dengan mengendarai motor.

Di perempatan terakhir, saat traffic light menyala hijau, motorku melaju dengan kecepatan tak sampai 40 km/jam. Tiba-tiba, dari arah kiri aku ditabrak dengan kencang oleh sebuah motor yang ngebut.

Orang itu mengaku tidak memperhatikan lampu merah yang menyala, dan mengira perempatan sepi dari pengguna jalan karena hari masih subuh. Aku pun kemudian mendapat 13 jahitan di kaki sebelah kiri. Untungnya orang itu mau bertanggungjawab membawaku ke rumah sakit dan mengganti semua biaya, termasuk perbaikan motorku.

Yang bikin aku menyesal, sebenarnya Mama sudah melarangku lari pagi. Mama ingin aku istirahat total, karena waktu itu aku baru saja sembuh dari sakit. Sementara aku berpikir lebih baik segera jogging agar badanku segar kembali. Sejak peristiwa itu, aku tak pernah lagi berani melawan Mama.

Lucunya, saat ditabrak, aku sama sekali tak marah pada pengendara motor yang ngebut itu. Aku anggap aja nasibku memang lagi sial. Memang, aku termasuk orang yang tak cepat marah. Kalau sedang marah, sebisa mungkin aku berusaha tak ada yang tahu.

Hal seperti ini sering terjadi saat aku berhadapan dengan wartawan. Kadang sikap dan pernyataan beberapa wartawan terasa menyudutkanku. Tapi mau gimana lagi. Sebisa mungkin aku tak menunjukkan rasa marah di depan mereka.

Ada satu cara mujarab yang selalu kulakukan untuk meluapkan kekesalan, yakni main musik. Kalau sudah begitu, pasti amarahku akan langsung surut. Seorang entertain sejati memang harus mampu mengolah rasa jenuh, kesal, dan letih, dengan baik.

Shereen, Maafkanlah Alhamdulillah, saat ini aku sudah bisa mewujudkan impianku. Kalau kuingat perjuanganku hingga bisa berada di posisi sekarang, aku tak henti bersyukur kepada Allah. Ya, meski sejak dulu aku sudah yakin bahwa suatu hari aku akan menjadi seperti yang kuinginkan, tapi aku tak pernah menyangka jalannya akan seindah ini.

Oh ya, sejak iklan Indosat 'Cumi' tayang di teve, aku jadi dapat julukan baru, si 'Cumi'. Kadang bete juga dipanggil dengan sebutan itu, apalagi kalau lagi capek syuting. Belum lagi, dulunya istilah 'cumi' yang beredar di masyarakat berarti negatif.

Pernah suatu ketika, aku sedang road show ke suatu kota. Tiba-tiba sekumpulan anak-anak teriak-teriak memanggilku 'Cumi'! Waduh, sebalnya minta ampun. Tapi, di sisi lain aku juga senang, karena berarti pesan iklan tersebut sampai dengan baik ke masyarakat.

Tak lama lagi, band-ku, The Adli's, yang beranggotakan aku, Firman, Arif, dan Thuse, akan merilis album perdana yang berjudul Perjalanan Hidup. Singel pertamanya, Maafkanlah, khusus kuciptakan untuk pacarku, Shereen Sungkar.

Lagu ini kutulis karena terinspirasi dengan momen aku menyatakan rasa suka pada Shereen sekitar setahun lalu. Aku mengenal Shereen saat kami sama-sama bermain di sinetron CF.

Shereen itu anaknya baik, tidak macam-macam, dan perhatian. Sikap dan sifatnya sangat lembut dan manis sekali. Tidak jauh berbeda dengan perannya sebagai Fitri di CF. Enggak ada yang aku enggak suka dari dia. Makanya dia yang kupilih jadi pacarku.

Meski usia kami bertaut 5 tahun, tapi aku tak kesulitan menjalin hubungan. Shereen orangnya sangat kooperatif, cepat belajar, dan tidak ambekan. Meski sama-sama sibuk, kami selalu berusaha sering berkomunikasi. Kadang, kalau sama-sama sedang break syuting, kami janjian 'kabur' sebentar dari lokasi, sekadar bertemu.

Kapan menikah? Aduh, nanti dulu, deh. Belum kepikiran. Kami masih sangat muda untuk memikirkan pernikahan. Saat ini, aku hanya berharap hubungan kami membawa berkah bagi banyak orang.

Dan semoga kami bisa menjalankan pesan orangtua untuk selalu menjaga nama baik keluarga. Aku tak ingin mengecewakan baik orangtuaku maupun orang tua Shereen yang selama ini telah sangat mendukung hubungan kami berdua. Sekarang kukatakan Kucinta dirimu Kusayang dirimu Tetapi mengapa, kau Ragu padaku Dengan alasan yang semu (Reff. Lagu Maafkanlah) (Tamat) Ester Sondang