Aman (Akiong) SETOR KOPI PLUS FIGURAN
Ke mana tokoh Akiong yang mendapat porsi istimewa di Laskar Pelangi? Rupanya ia masih menetap di Gantung. Bersama istrinya, Saparina, Akiong membuka warung kopi. "Warung saya buka jam 06.00 hingga 12.00." Selebihnya? Akiong lebih suka memancing di laut maupun sungai. Di kawasan Gantung, kopi racikan Akiong memang tersohor. Ketika kru film LP syuting selama 40 hari di Gantung, kopi Akiong menjadi salah satu "properti" yang wajib ada. Bahkan, sutradara LP, Riri Riza, terlanjur jatuh cinta pada kopi racikan Akiong. ia belum akan mulai bekerja tanpa minum kopi Akiong terlebih dulu.
"Waktu itu mereka sempat pindah lokasi syuting ke Manggar (kampung lain yang jaraknya kurang lebih 20 km dari Desa Gantung, Red.). Walaupun jauh, para kru, terutama Mas Riri, tetap minta kopi saya. Jadi, tiap pagi saya harus menyediakan kopi untuk dibawa ke Manggar," papar Akiong. Tak hanya mamasok kopi untuk Riri dan kru, Akiong juga diberi kesempatan Riri untuk berakting sebagai salah satu figuran. Riri meminta Akiong memerankan ayah dari Akiong kecil.
Kini, sukses LP juga berimbas pada Akiong. Warung kopinya jadi ramai dikunjungi banyak orang. Termasuk wisatawan dalam negeri dan wartawan. Toh, dengan rendah hati, Akiong menolak disebut orang terkenal. "Saya tak pernah mimpi jadi orang sukses. Begini saja sudah bersyukur. Enggak perlu berlebihan. Ini semua sudah cukup. Bisa bertahan dengan warung kopi ini saja, saya sudah bangga," kata pemilik nama lengkap Chau Cin Kiong yang berubah menjadi Aman setelah ia menikahi Saparina dan masuk Islam. Dari perkawinannya itu, Akiong memiliki putri yang bernama Desy Ariana, kini berusia 20 tahun.
Gazali (Harun) SI MURAH SENYUM
Siapa gerangan si Harun yang dijadikan inspirasi Andrea? Dialah Gazali, teman Andrea semasa di SD Muhammadiyah Gantung. Karena tingkat intelegensianya berbeda dari anak-anak lain, Gazali harus rela duduk di kelas 1 selama 3 tahun. Padahal, ketika masuk SD, usia Gazali sudah 14 tahun. Namun, justru kekurangannya itulah yang menjadikannya sebagai salah satu murid kesayangan Bu Mus.
Saat ini, Gazali membantu saudara-saudaranya berdagang di sebuah toko di Gantung. Meski sudah menua, Gazali merupakan sosok yang menyenangkan, penuh senyum, dan ramah. Bersama ibu dan beberapa saudaranya, Gazali yang sampai saat ini belum berkeluarga, tinggal di sebuah rumah panggung tua di Desa Gantung.
"Walaupun terbelakang, tapi Zali disukai orang kampung, Ke mana pun dia pergi, semua orang sekampung mengenalnya. Orangnya lucu," tutur Aisyah, ibunda Zali. Anak ke 8 dari 13 bersaudara ini sesekali berceloteh dengan Bahasa Belitung menimpali jawaban sang ibu. Tak banyak kata-kata yang keluar dari ucapannya, namun wajahnya terlihat bersahabat dan selalu menebar senyum.
Achmad Pajeri (Mahar) TEMAN DISKUSI USAI TSUNAMI Dalam LP, Achmad Pajeri diubah menjadi sosok Mahar, bocah cerdas yang kental jiwa seninya. Kini Achmad menjadi guru Akutansi di SMAN 2 Tanjung Pandan. Sudah lama Achmad tahu, Andrea akan menulis novel. "Dia sangat terinspirasi pada tsunami. Usai menjadi relawan di Aceh, Andrea sempat bilang, ia akan mengangkat cerita masa kecil kami," ungkap Achmad.
Sejak itu, dua sabahat ini selalu terlibat diskusi soal isi novel. "Saya lebih banyak diminta pertimbangan menentukan tokoh-tokoh siapa menjadi siapa," kata Ahmad yang mengaku menjadi orang pertama yang diberi novel oleh Andrea. Ia memandang novel dan film LP yang kini menangguk sukses, menginspirasi banyak orang dan menjadi suri tauladan bagi guru-guru di Indonesia.
Sebagai guru, kata Achmad, ia banyak memetik pelajaran dari Bu Mus. "Bu Mus mampu membuat anak-anak memiliki kesadaran kedisiplinan sendiri. Terus terang, saya banyak mengambil metoda pendekatan ke murid seperti sistem yang dipakai Bu Mus ketika mengajar kami dulu. Dia juga selalu mengajak kami agar saling menghargai dan menghormati."
Hartatik (Sahara) LUPA MASA KECIL Diantara 11 orang cowok, ada seorang perempuan yang tergabung dalam LP. Cewek yang digambarkan bernama Sahara sebenarnya bernama Hartatik. Kini Hartatik telah menjadi istri kapten kapal dan memiliki 3 orang anak. "Saya kagum pada Andis. Dia masih ingat betul masa kecilnya. Kalau saya, sih, hanya sebagian saja yang ingat," ungkap ibu dari Wulandari, Irvan Sholihin dan Nurhidayah ini.
Hingga kini Hartatik belum pernah membaca novel maupun menonton filmnya. Dia akan menunggu film tersebut diputar di Gantung. "Kabarnya akan diputar di sini. Makanya lapangan di depan itu sudah di potong rumputnya," jelas Tatik yang dulu sering dipanggil Atet atau Butet oleh Andrea.
Sehari-hari, Hartatik mengasuh anak dan menjaga toko kelontong miliknya. Sukses LP membuatnya punya harapan. "Mudah-mudahan bermanfaat untuk masyarakat Belitung. "Saya pikir wajar kalau Andis mengangkat Ibu Mus sebagai inspirasi bukunya. Karena Ibu Mus memang guru yang layak ditauladani," tambah Tatik Erni, Yetta
Foto : Erni, Yetta