Perjuangan Sang Fotografer Bekerja Tanpa Tangan dan Kaki

By nova.id, Kamis, 20 Agustus 2015 | 06:45 WIB
Achmad Dzulkarnain (nova.id)

Memiliki keterbatasan fisik tidak membuat Achmad Dzulkarnain, pemuda asal Desa Benelanlor, Kecamatan Kabat, berkarya. Dia menghasilkan banyak foto dari pekerjaannya sebagai fotografer.

Rabu (19/8/2015), lelaki yang akrab dipanggil Dzuel ini mengawali kariernya di dunia fotografi sebagai tukang foto KTP di desanya selama empat tahun dengan kamera pinjaman dari tetangganya.

"Saat lulus SMA saya berencana meneruskan kuliah di Surabaya tapi ditolak oleh beberapa kampus karena kondisi saya seperti ini. Akhirnya saya kembali ke desa jadi tukang foto KTP," ungkap Dzuel.

Dari pekerjaannya itu, anak bungsu dari tiga bersaudara tersebut memberanikan diri untuk membeli kamera DLSR secara kredit selama 18 bulan hingga akhirnya dia memiliki kamera sendiri.

Baca juga: Kisah Sukses Perjuangan Atlet Sepeda Internasional Melawan Kanker

"Hasil tabungan jadi tukang foto KTP saya jadikan uang muka agar saya punya kamera sendiri dan alhamdulilah sekarang sudah lunas. Tapi bukan kamera yang mahal ya. Kamera saya yang paling murah," katanya sambil tertawa.

Dia ingat, saat pertama kali mempunyai kamera dia memotret momen pre-wedding sahabatnya. Dzuel mengaku, hasilnya jauh dari sempurna.

"Awalnya saya motret sendirian tapi akhirnya memilih untuk bergabung dalam komunitas. "Kalau sendirian itu ilmunya kurang. Kalau bergabung dengan komunitas saya banyak belajar dari teman teman lainnya," jelasnya.

Bersama komunitas fotografinya, dia sering diajak berburu (hunting) foto, baik mengambil gambar model ataupun pemandangan. Namun, dia mengaku lebih suka memotret di luar ruangan dengan alasan tantangannya lebih sulit.

"Banyaknya sih motret untuk koleksi pribadi dari modelnya di outdoor. Tapi pernah juga motret pemandangan tapi jarang karena saya sama kamera pernah jatuh di sawah saat motret pemandangan," jelasnya.

Baca juga: Kisah Masnu'ah, Kekuatan Perempuan Nelayan Dobrak Sistem Patriarki

Selama bulan Agustus, dia mengaku banyak menerima order memotret pada saat karnaval. "Selama itu halal dan mengasah kemampuan fotografi saya kenapa tidak saya lakoni?," ungkap anak pasangan dari Suwandi dan Uliyah.

Saat bekerja di lapangan, dia mengaku tidak mendapatkan diskriminasi dari sesama rekan fotografer. Bahkan, dia diberi kesempatan untuk memilih sudut pengambilan gambar atau angle yang tepat.

"Dengan kondisi tubuh seperti saya memang tidak mudah untuk mengambil angle tapi teman teman selalu memberikan kesempatan terlebih dahulu," ceritanya. Hanya saja, dia mengaku sering terluka di tubuh bagian bawah karena panas dari aspal.

Ira Rachmawati / Kompas.com