Bruno Ménard 'Masterchef Asia': Jadi Juri Tidak Harus Memotong Leher Kontestan

By nova.id, Jumat, 21 Agustus 2015 | 08:01 WIB
Bruno Ménard, juri Masterchef Asia (nova.id)

Bukan tanpa alasan jika Bruno Ménard dipilih sebagai salah satu juri Masterchef Asia yang akan mulai ditayangkan di channel Lifetime Asia 3 September mendatang. Bruno lahir di Perancis dari keluarga yang juga berkecimpung dalam dunia kuliner. Sang ayah adalah seorang pembuat cokelat atau sering dikenal sebagai chocolatier, sedangkan sang kakek adalah pembuat kue (patissier).

Dikelilingi oleh keluarga yang mendalami kuliner jelas menularkan minat kuat memasak pada Bruno sejak kecil. Ketika ia berusia 8 tahun, ayah Bruno pun menyarankan agar ia mengambil pekerjaan sambilan selam musim panas di sebuah restoran dekat kota kelahirannya di Tours.

Kemudian Asia menjadi benua ia menghabiskan hampir 20 tahun hidupnya untuk mengeksplorasi berbagai macam teknik sebagai koki yang kemudian melejitkan dirinya sebagai salah satu koki profesional terbaik di Asia. Di tahun 1995, ia terbang ke Jepang untuk bekerja di sebuah restoran Perancis. Ia kemudian pindah ke Osaka untuk mengambil alih restoran Perancis di Hotel Ritz-Carlton. Di tahun 2001, ia sempat meninggalkan Jepang dan bekerja di Amerika Serikat. Tetapi, seperti yang ia ungkapkan di konferensi pers Masterchef Asia Rabu kemarin (19/8), hatinya telah terpikat oleh Asia sehingga ia pun memutuskan untuk kembali ke Tokyo pada tahun 2005 untuk mengelola restoran L’Osier.

Sajian masakan Perancis neoklasik dengan sentuhan cita rasa Jepang dari tangan Bruno ini lah yang selalu mengantarkan restoran di L’Osier, sejak tahun 2007, menerima tiga bintang dari Michelin Guide setiap tahunnya. Tiga bintang Michelin Guide ini merupakan penilaian tertinggi dalam penilaian sebuah restoran di seluruh dunia. Bruno yang kini mengelola perusahaan kuliner kelas atas di Singapura, mengaku sangat bersemangat untuk berbagi ilmunya sebagai koki profesional lewat program Masterchef Asia.

Sebagai juri Masterchef Asia, ia menegaskan jika ia tidak akan berteriak pada kontestan ataupun menilai jelek makanan.

“Semangat program Masterchef Asia ini mungkin akan mirip dengan Masterchef Australia yang lebih kepada berbagi pengetahuan dan mencoba memperbaiki apa yang dilakukan para kontestan, walau di akhir tayangan 15 episode program ini selalu akan ada yang tereliminasi. Sebagai juri, saya tidak akan mencoba memotong leher atau berteriak memaki para kontestan. Tugas saya akan lebih seperti seorang mentor yang mendukung, mendidik dan mengarahkan mereka pada bagaimana mereka memasak dengan lebih baik,” terang Bruno.

Itu sebabnya, ditambahkan olehnya, jika dari kelima belas kontestan yang berkompetisi ini, ia merasa mereka yang bisa terus melaju dan unggul hingga ke puncak adalah mereka yang paling menerima dan belajar dari apa yang diberikan oleh para juri.

“Selama menjadi juri, saya tidak mungkin memiliki kontestan favorit tetapi saya bisa katakan jika saya bisa mengetahui kontestan mana yang telah punya banyak pengalaman memasak dengan yang baru. Dan, mereka yang paling mendengar dan belajar dari apa yang dibagikan oleh kita sebagai juri, saya yakin merekalah yang bisa mencapai Top 5,” terangnya.

Sebagai juri, ia merasa juga tidak hanya berbagi tetapi banyak juga mendapat masukan dalam teknik memasak dari para kontestan.

“Buat saya, menjadi juri juga jadi proses belajar buat saya karena banyak hal baru dan menarik yang saya dapat dari cara para kontestan mengolah satu produk makanan. Bayangkan ada 15 kontestan dari delapan negara. Dalam setiap misi, kita memberi satu bahan dasar dan interpretasi mereka terhadap bahan dasar itu akan menjadi sangat berbeda. Itu karena cara memasak dari setiap negara berbeda. Belum lagi, kebiasaan keluarga masing dalam mengolahnya pun berbeda-beda. Itu sangat menarik. Semacam pertukaran pertukaran ilmu kulineri.”

Syanne