Apakah Anda Public Enemy di Kantor?

By nova.id, Senin, 24 Agustus 2015 | 10:27 WIB
Public enemy di kantor? Bisa jadi Anda salah satunya. (nova.id)

Ayu dikenal sebagai pegawai yang memiliki kemauan keras dan bekerja dalam kecepatan penuh. Sayangnya, tak semua orang bisa menerima pola kerja semacam itu. Sebagian menganggap Ayu sebagai manajer yang menyebalkan, dan tak sedikit pula rekan kerja yang memusuhinya. Apa yang harus dilakukan oleh Ayu?

Psikolog Rima Olivia dari Ahmada Consulting angkat bicara mengenai musuh bersama alias public enemy di kantor. Rima menyanggah anggapan bahwa setiap perusahaan atau tempat kerja memiliki satu orang yang menjadi musuh bagi semua orang.

“Dalam organisasi yang sehat, justru tidak ada indikasi public enemy. Kalaupun ada (orang) yang sering menjadi masalah, tidak berarti semua orang membencinya. Mungkin ada kekurangan sehingga menjadi sebab atas terjadinya masalah, tapi public enemy di kantor tidak selalu ada.”

Butuh Diterima

Namun, bagaimana bisa ada sosok public enemy di kantor?

Manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan untuk disukai oleh orang lain. “Termasuk di tempat kerja. Pasalnya, ada kebutuhan mendasar untuk diterima dalam diri setiap orang. Di antaranya, need for acceptance, need for recognition, dan need for love and belongingness,” papar Rima.

Akan tetapi, jika seseorang mengalami deprivasi atau kekurangan kasih sayang, perhatian, atau memiliki wound (luka batin) yang berhubungan dengan perhatian atau kasih sayang orang lain, maka kebutuhan untuk diterima dapat terus-menerus muncul secara berlebihan di saat dewasa.

“Ada yang menjadi caper (cari perhatian), atau marah sekali ketika ditolak, atau secara emosional butuh terus-menerus pembuktian bahwa dia penting, dia berprestasi, dia diperhatikan, dijadikan pusat perhatian dan seterusnya. Seseorang juga bisa marah sekali jika tidak mendapatkan hal yang ia inginkan,” papar psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Di sisi lain, manusia tidak nyaman dengan kebencian. “Kebencian adalah emosi yang mengurasi energi. Oleh karena itu, manusia justru sangat tidak membutuhkan sosok yang sama-sama dibenci. Kalaupun ada, ‘kebetulan sama’ dan mungkin ada kesamaan pengalaman negatif saja.”

Dalam teori psikologi sosial, adanya public enemy di kantor akan membuat sekelompok manusia lebih menyatu. “Istilahnya, kohesif sebagai kelompok kalau mempunyai musuh yang sama. Misalnya, kesatuan bangsa Indonesia terjadi karena membenci penjajah Belanda.”

Sebenarnya, apa penyebab manusia memiliki perasaan benci? “Intense anger yang tidak dikelola dengan baik. Tidak semua orang memendam kebencian, terlebih jika punya kemampuan memaafkan. Kadang-kadang benci muncul karena semata-mata tidak tahu cara atau teknik memaafkan. Padahal, setelah memaafkan dan menerima, seseorang bisa menjadi lebih bahagia dan bebas sekali dari ikatan kebencian,” jelas Rima.

Lantas, apa saja penyebab seseorang bisa menjadi public enemy di kantor? "Ada beberapa penyebab seseorang menjadi public enemy, misalnya sering berkonflik, memicu konflik, tidak punya social skills atau kemampuan bersosialisasi yang baik, tidak memiliki awareness atau kesadaran terhadapi kebiasaan negatif dalam dirinya.”

Nah, ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan bila menjadi public enemy di kantor. Mari kita telaah bersama baik buruknya tindakan tersebut bersama Rima.

Pertama, bersikap “I’m not here to make friends” alias fokus bekerja dan tidak berusaha memperbaiki keadaan. “Tindakan ini tidak ada baiknya, termasuk negative believe yang limiting.” Apalagi, lanjut pemilik akun Twitter @rima_olivia ini, pada dasarnya setiap orang bisa berteman.

“Tindakan tersebut justru mencegahnya untuk membangun persahabatan tulus. Hanya dengan positive believe yang kuat, seseorang mampu membangun pertemanan. Jadi, keyakinan positif tersebut bisa menjadi pancaran atau ‘radiasi’ yang membuat seseorang mendekat dan nyaman dengan dia.”

Kedua, bersikap “Keep your friend close and enemies even closer” atau berteman dengan kawan, dan bersahabat dengan orang yang menjadi musuh kita. “Nah, ini juga termasuk negative atau limiting belief. Padahal, bila Anda berpikir Anda tidak punya musuh, maka musuh itu tidak akan pernah ada dalam internal reality Anda. Saya pribadi menganggap semua orang adalah teman. Kalau dia enggak baik sama saya, itu urusan dia,” jelas Rima sambil tersenyum.

Membenci dan bermusuhan, papar Rima, adalah entropi dalam diri yang menguras kemampuan berproduksi dan mencegah kita jadi bahagia. “So, saya tidak akan memberi ruang dalam diri saya untuk meyakini bahwa saya punya musuh. Kalaupun ini dianggap strategi, ini adalah strategi yang elegan sekali.”

Lagi pula, akan lebih baik bila kita menghadapi orang yang memusuhi kita dengan compassion alias kasih sayang.  “I only have love and I am able to forgive. Orang itu tidak layak dibenci, ia hanya terluka, ia hanya tidak bahagia di dalam dirinya. Jika kita tahu cara mencintainya, dia akan ‘sembuh’,” ujar Rima mencontohkan.

Anda pun tak perlu repot-repot mencari tahu mengapa Anda menjadi public enemy. “Tidak semua orang harus menyukai kita. Lagi pula, it’s not our job to make people like us. Bila tidak suka, tidak cocok, dan tidak senang menghabiskan waktu bersama, bukan berarti harus benci.”  

Bagaimana bila semua orang sudah telanjur antipati? “Lihat ke ‘dalam’, apa pikiran-pikiran jahat dan prasangka negatif yang Anda pelihara, lalu apa yang Anda yakini?” tegas Rima. Tindakan yang bisa Anda ambil seandainya Anda adalah public enemy adalah tidak menyiram bensin di atas api, demikian istilah yang tepat.

“Anda bersikap baik saja dan lakukan tugas dengan baik. Lalu, beri maaf. Nah, Anda tidak usah menjadi penjilat, melainkan ‘jilat’ diri sendiri alias ‘jilati’ luka hati yang membuat kita merana sehingga kita mengeluarkan aura negatif yang membuat orang tidak menyukai Anda.”

Rima mengingatkan bahwa musuh hanya perkara pola pikir Anda. “Ubahlah pola pikir Anda dan ingat Anda bisa mengubah dunia hanya dengan mengubah pola pikir Anda. Jadi, ubahlah diri Anda terlebih dahulu, barulah Anda bisa mengubah orang lain,” pungkas psikolog yang aktif menulis di www.ahmadaconsulting.com ini.

Soca Husein