Raldi Artono Koestoer, Ladang Amal untuk Bayi Prematur

By nova.id, Selasa, 6 Oktober 2015 | 09:05 WIB
Raldi Artono Koestoer (nova.id)

Menggagas program peminjaman inkubator gratis untuk bayi-bayi prematur di rumah, Prof. Dr. Ir. Raldi Artono Koestoer, DEA (59)  menganggap bayi tak mengenal kata kaya atau miskin. Bersama timnya, ia ingin inkubator bisa terus berputar 'mencari' bayi-bayi malang di berbagai wilayah.

Ceritakan mulanya Anda meminjamkan inkubator bayi secara gratis?

Berawal ketika melihat inkubator rusak milik kakak saya yang seorang dokter anak. Iseng, saya tilik bagian mana saja yang perlu perbaikan. Lalu beliau malah menyarankan saya membuat inkubator sendiri. Tahun 1995 barulah saya jadikan inkubator ini sebagai topik untuk pengerjaan skripsi.

Di masa itu muncul istilah New Industrial Country (NIC) di mana negara Korea, Taiwan, Hong Kong telah memproduksi komponen electronic controller yang digunakan untuk inkubator dengan harga lebih terjangkau. Sebelumnya harga inkubator memang sangat tinggi dan diimpor dari Amerika.

Uji coba pembuatan inkubator ini lalu dikembangkan juga oleh mahasiswa lainnya. Dan di tahun 2004 kami coba kembangkan produksi inkubator untuk pasar komersil. Sayangnya meski berskala UKM, prospek dari segi bisnis tak berjalan baik.

Lalu setelah melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan, kami putuskan untuk melakukan pengabdian pada masyarakat. Tim Inkubator UI bekerjasama dengan Yabapi (yayasan Bayi Prematur Indonesia) menggagas program peminjaman inkubator bayi gratis sejak Januari 2012.

Apa alasannya?

Dalam proses persalinan, bayi yang dilahirkan saat usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dengan berat badan bayi kurang dari 2500 gram, disebut bayi prematur. Ketika masih di dalam kandungan, mereka terpapar temperatur yang sama dengan suhu tubuh ibunya (36-37’ C). Nah, saat dilahirkan mereka belum dapat menyesuaikan diri dengan temperatur di luar lingkungan perut ibunya (sekitar 24-28’ C). Mereka tentu kedinginan. Di sini lah peran inkubator untuk menghangatkan suhu badan bayi-bayi prematur yang energinya masih sedikit. Termasuk untuk menangis.

Yang jadi persoalan adalah penggunaan inkubator biasanya hanya berlangsung di rumah sakit. Banyak kejadian bayi prematur yang setelah lahir harus dirawat di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dengan biaya Rp500 ribu hingga Rp5 juta per malam. Mungkin hal itu tak jadi masalah bagi kaum mampu. Tapi, kalau untuk golongan menengah atau menengah ke bawah, bagaimana? Menjual satu unit sepeda motor pun belum tentu cukup untuk biaya perawatan bayi mereka.

Memang, alat kesehatan bisa didapat di pasar bebas. Begitu juga inkubator. Tapi, siapa yang menjamin kualitas dan keamanannya. Masyarakat yang tak mampu ini yang perlu kami tolong dengan fasilitas inkubator gratis.

Inkubator seperti apa yang dipinjamkan?

Pada prinsipnya cara kerja inkubator produk dari dalam dan luar negeri sama saja. Yang membedakan adalah desain, pintu, engsel, dan heater (penghangat). Inkubator yang kami pinjamkan dibuat oleh anak bangsa dengan teknologi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Sekitar 99 persen berasal dari komponen lokal. Kalau desain dan quality control berpartner dengan UKM.